Senin, 29 Juli 2013

# TRAVEL

Hari-4; Sepuluh Hari Mencari Berkah di Kampung Ramadhan

Memasuki hari ke empat di kampung ramadhan, semoga semakin banyak berkah yang kita dapatkan. Aamiin. Setelah semalaman tidur di masjid dengan dingin yang super menggigil, karena tidur hanyal beralaskan tikar, pun suasana tengah hujan deras, dan kemungkinan masuk angin sangat besar, sudah kuduga. Dampaknya terasa ketika aku bangun dari tidur pagiku usai sahur dan sholat shubuh. Ditambah lagi darah rendahku tidak ingin berkompromi denganku kala itu, jadi rindu sama mama. Rindu dimarahin.
Seperti tidak ingin melakukan kegiatan apapun, kepala mulai pusing, dan mataku mulai berkunang, entah memang benar ada kunang-kunang siang itu, yang pasti aku tidak bersemangat untuk beraktifitas apapun. Tap tentunya masih ada pangeran kitik Sukadame (kitik = kecil). Si Hamzah selalu bisa membuatku tersenyum, marah, dan juga tertawa. Terlebih aku sangat penyuka anak-anak kecil, Hamzah dan kakaknya si Nunun berhasil mengisi hari-hari kami begitu cerahnya, setiap hari berasa punya adik kandung sendiri, setiap pagi ibunya mengantarnya ke rumah Karo tempat kami tinggal. Dari kami membuka mata hingga mata terpejam kembali, Hamzah dan Nunun selalu hadir menemani hari-hari kami, sihiiiyy seperti belahan jiwa aja ah.
Layaknya memang anak-anak kecil, tidak jauh dari yang namanya kotor-kotoran, dan hal itu memang tidak bisa dipungkiri. Bahkan nenek mereka yang biasa mereka panggil Karo sudah jera setiap hari merepet untuk memberhentikan tingkah nakal mereka berdua. Mulai dari memarahi untuk pakai sandal ketika keluar rumah, hingga kenakalan mereka ketika ingin sekali memainkan handphone kami. Dan aku hanya bisa berkata, namanya juga anak-anak.
Dan ketika rasa bosan dan ingin pulang ke rumah benar-benar melanda, rasa itu seketika musnah ketika mendengar lelucon dari Hamzah dan Nunun, apalagi logat bicara mereka berdua yang tidak bisa memakai bahasa Indonesia dan selalu pakai bahasa Karo selalu membuat aku, Tari dan Dani hanya bisa saling mengangguk karena tidak paham. Apalagi ketika Hamzah berkumandang azan, decak kagum tak bisa aku hindari. Lelaki kecil ini memiliki ingatan yang sangat kuat, di umurnya yang sekeceil itu dia sudah mulai hafal azan dan al-fatihah. dia sangat cerdas.
Karena melihat keadaan si Hamzah dan Nunun yang lumayan kotor dan hari sudah hampir sore, mengingat kedua orangtuanya sibuk di lading, pasti tidak sempat memandikan mereka, maka aku berinisiatif untuk memandikan mereka, ini hal yang paling menyenangkan, bagaimana tidak. Kapan lagi bisa memandikan anak kecil, apalgi aku tidak memiliki adik kecil, padahal aku ingin sekali punya adik kecil laki-laki, maka dari itu senang sekali bisa memandikan si Hamzah dan juga kakaknya si Nunun. Dan kedua adik kecilku ini terlihat sangat sennag bila dimandikan.

Mandiin si Hamzah
Setelah memandikan mereka, aku memakaikan mereka minyak kayu putih dan juga bedak baby, waaahhh aku berasa punya anak nih, hehe. Aku tidak pernah merasa keberatan untuk melakukan ini, bahkan bila diminta untuk setiap hari, tapi sayangnya waktu kami hanya berbatas sepuluh hari. Bahkan si Hamzah pernah bilang ingin ikut bersamaku pulang ke Medan, waah, kalau ada Hamzah di Medan, hari-hariku pasti tidak akan sepi dan hanya termaktub di dalam kamar saja. Berkutat dengan laptop, bercinta dengan buku-buku, kalau ada Hamzah hari-hariku bakal ceria nih. Tidak akan adalagi yang bilang kalau aku si gadis yang hobi cemberut. Aaahh, apaan sih.

Dan adalagi nih hal yang paling menyenangkan usai mandi bersama dua adik kecilku ini. Tidur siang bareng. Karena aku memandikan mereka sekitar pukul 14.00 WIB usai sholat zhuhur dan selesai mengajarkan yogi belajar, karena memang tidak ada anak lain yang bisa diajarkan sehabis zhuhur kecuali Yogi, jadi ya jam belajar hanya sebentar karena yang diajarkan hanya yogi. Jadi aku bisa melakukan kebiasaan kecilku dulu, tidur siang, kita semua pasti pernah mengalami masa-masa kecil itu. Masa-masa ibu kita akan menyuruh kita untuk tidur siang setiap hari.
Selepas ashar, kak Faiz dan kak Jannah datang untuk memantau tim safar di desa Sukadame dan juga menginap sehari. Karena ada kak Jannah yang katanya jago masak, maka kak Jannah membantu kami untuk masak bekal buka puasa hari ini. Berhubung Mak Nunun membawa jengkol muda (Wow.. si Dani sempat shock ni, dia bahkan bilang gak mau makan kalau lauknya jengkol.. haha) sebenarnya aku pun begitu, bayangkan? Masak puasa makannya jengkol?? Apa jadinya nafas besok pagi. Haha

Menu berbuka puasa, pakai Jenkol

Buka puasa bareng kak Faiz dan Kak Jannah

Untungnya masih ada sayur buncis yang bisa dimakan selain jengkol sambal tersebut, karena jengkol itu benar-benar tidak termakan. Bagaimana mungkin bisa dimakan, wong jengkolnya masih muda, ya rasanya bakal pahit. Akhirnya kami hanya makan sayur buncis saja, baiklah Alhamdulillah. Dan tentunya masih ada kolak pisang, seperti biasa.
Karena malam kemarin aku tidak jadi ceramah karena jamaah yang datang tidak memungkinkan untuk ceramah, akhirnya malam ini adalah giliranku untuk ceramah. Namun karena ada kak Faiz selaku tim pemantau, maka kak faiz lah yang mengisi cerama hari ini, selaku tamu sekaligus guru kami.
Dan kami masih memikirkan bekal apa untuk sahur nanti, hehe. Apakah akan makan jengkol sisa semalam sore?

Bersambung….>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar