Selasa, 06 Agustus 2013

# BOOK # REVIEW

[Resensi] Cerita Hujan; Selalu Ada Cerita di Balik Derasnya Karya Ginanjar Teguh

Momen Tak Terlupakan Dikala Hujan Menjelma

Hujan Seperti Apa yang Kau Inginkan?
Judul: Cerita Hujan; Selalu Ada Cerita di Balik Derasnya
Penulis: Ginanjar Teguh Iman
Penerbit: Penerbit Antarnusa
Cetakan: I, 2012
Tebal: 120 Halaman
ISBN: 978-602-18405-0-4

Angin ingin memburu, membuat percikan deras hujan itu kini menampar-nampar kaca jendela. Beberapa percikan bahkan merembes masuk membentuk butiran lembut air menembus lapisan kaca yang tebalnya nyaris mendekati satu sentimeter dan membuat pandangan di luar menjadi kabur terkabut hujan. (Hujan, h. 13). Begitulah Ginanjar mendeskripsikan hujan, ketika percikan hujan menyinggahi jendela dan membuatnya buram hingga pemandangan di luar jendela akan terlihat kabur, hal ini merupakan peristiwa alamiah ketika hujan datang. Karena di setiap partikelnya yang jatuh ke bumi selalu ada cerita yang mustahil untuk diabaikan.
Ginanjar Teguh Iman dalam bukunya “Cerita Hujan; Selalu Ada Cerita di Balik Derasnya” bukan hanya sekedar menceritakan betapa hebatnya hujan yang mengguyur bumi, terlebih ia mendeskripsikan secara detail, apa-apa yang terjadi dikala hujan datang dan apa-apa yang terjadi dikala hujan pergi. Dan tidak ada yang paling mengasyikkan selain waktu antara fajar dan pagi, setelah malamnya dipenuhi hujan. Kita tahu itu apa. Laron! (Laron, h. 32). Jadi, kalau tiba-tiba petir menggelegar datang, maka cepat-cepatlah memeluk orang yang kita sayang sebelum hujan membawa ia lari (Takut Hujan, h. 49)

Buku antologi dengan tebal 120 halaman ini memiliki sepuluh cerita yang memukau di dalamnya, diantaranya Hujan, Laron, Bertemu Rindu, Takut Hujan, Rosa’s Rose, Six Feet Under Conversation, Cokelat Panas, Mencintaimu Itu Seperti Hujan, Payung Biru, Hantu Hujan. Buku yang merupakan buku pertama yang berhasil diterbitkan sendiri oleh penulisnya ini berisi tulisan-tulisan usang yang nyaris hilang lalu ditulis ulang, namun dengan kelihaiannya mendeskripsikan hujan, pria penyandang Labiopalatoschizis ini mengemas apik peristiwa-peristiwa tak terlupakan menjadi cerita yang patut untuk konsumsi di kala hujan menjelma, pun jika hujan tidak turun atau bahkan sudah berhenti, maka anggap saja ini adalah cerita-cerita yang pernah mengirinya. Bahkan jikalau buku ini bukan di baca dikala hujan turun, maka rasakanlah rinai-rinai hujan yang menyentuh lembut kulitmu, karena di setiap kata dalam buku ini akan membawamu merasakan benar-benar menjadi tokoh utama di dalam setiap ceritanya.
Dan dengan cover buku yang juga penulis desain sendiri menggambarkan siluet antara dua muda mudi yang berdiri di bawah hujan. Bayangkan betapa tidak mungkinnya ada momen siluet di bawah rinai hujan, namun begitulah Ginanjar mendeskripsikan hujan, bahwa apapun yang dilakukan hujan, semua pasti mungkin untuk dirasakan, kadang deras, kadang rintik-rintik, atau kadang tidak turun sama sekali. Dan seperti itulah cinta. (Mencintaimu Itu Seperti Hujan, h. 85)
Meskipun ada beberapa cerita yang tidak menggunakan unsur hujan di dalamnya, seperti cerita “Cokelat Panas”, namun cokelat panas di sini mampu membuat pembaca merintih haru merasakan indahnya persahabatan antara dua pria yang mencintai satu gadis yang sama, lalu benarkah persahabatan lebih mengalah demi cinta? Meski cinta itu benar-benar menguasai ulu hati? Rasakan betapa indahnya persahabatan, seperti indahnya menanti hujan tepat pukul dua siang dengan payung biru di taman.
Bagi kamu pecinta hujan, peresensi benar-benar merekomendasikan buku ini untuk kamu miliki, masukkan ini di list buku favoritmu. Karena dimana lagi kamu bisa menemukan buku yang membuatmu termangu, tersenyum, haru dalam setiap kata yang kamu baca, bahkan ketika kamu tidak sadar bahwa setiap halamannya sudah habis kamu lahab, kamu pasti akan kembali ke halaman awal untuk kembali mencicipinya, karena betapa indahnya hujan dalam Cerita Hujan ini. Rasakan sensani bermain hujan, tidak memakai sandal, bertelanjang dada bagi pria, memejamkan mata dan menengadah tangan, cukup dengan membaca buku ini, Rasakan.
Peresensi: Rezita Agnesia Siregar, Mahasiswa jurusan Hukum Perdata Keluarga di IAIN Sumatera Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar