Rabu, 21 Januari 2015

# FICTION

[Cerpen] 13 Januari

Sore makin mendung, Juan bergegas pulang kerumah, untuk menagih janji ayahnya dihari ulangtahunnya kali ini. Kampus yang tidak jauh dari rumahnya membuatkanya hanya mengandalkan kaki untuk bisa sampai kerumah tanpa perlu naik kendaraan umum atau bahkan di jemput oleh ayah atau ibunya seperti tahun-tahun kemarin sebelum masuk ke bangku kuliah.
Sejak masuk ke Taman Kanak-Kanak hingga SMA, Juan telah terdidik menjadi anak manja oleh ayah dan ibunya. Bagaimana tidak, menjadi anak semata wayang membuat orangtua Juan sangat menyayanginya. Meski Juan telah berumur 18 tahun dan duduk di semester satu, orangtuanya masih saja menganggap Juan seperti anak TK.
Bukannya berontak seperti anak laki-laki kebanyakan, Juan malah sangat senang bila dimanja dan dianggap anak kecil oleh orangtuanya, baginya tidak ada hal menggembirakan selain bermanja-manja dengan orangtuanya.
“Ayah mana, Bu?” tanya Juan sembari melepas sepatunya di depan pintu.
“Kalau masuk rumah itu ya ucap salam dulu gitu toh dek, ini malah nyariin ayah” sambut ibu yang tengah duduk di bangku beranda rumahnya.
“Ih Ibu, apa Ibu tidak ingat ini hari apa, kenapa berlagak tidak tahu sih” Juan mendudukkan dirinya di bangku sebelah ibunya.
“Ini tanggal 13 januari, trus kenapa?” ibu berpura-pura tidak tahu. Padahal ibunya tidak pernah lupa, dan ayahnya pun tengah pergi ke toko untuk membeli kado ulangtahun buat Juan.
“Ah, Ibu menyebalkan, kalau Ibu saja tidak ingat, gimana lagi dengan Ayah, pantesan Ayah belum pulang. Ayah sama Ibu sama saja” Juan marah dan masuk ke dalam kamarnya, ibunya hanya diam.
Secepat kilat Juan masuk ke dalam kamar, dihempaskannya tasnya. Diambilnya ponsel dari tasnya buru-buru menelfon ayahnya, yang tengah dalam perjalanan menuju pulang kerumah untuk memberi kejutan pada Juan.
“Halo Ayah” sapa Juan dalam telfon
“Iya sayang, ada apa?” tanya ayah yang tengah mengendarai mobilnya
“Ayah juga lupa ya sama seperti ibu?” Juan mendesak
“Lupa apa Juan?” tanya ayahnya dengan ponsel di menempel di teliga kanannya.
“Hari ini kan tanggal 13 januari, hari ulangtahunku Yah, kenapa Ayah belum pulang?”
“Oh” ayah berlagak tidak tahu dan cuek, padahal ayah akan pulang membawa kejutan untuk Juan
“Ih Ayah, kenapa jawabnya hanya oh?”
“Di sini hujan Juan, sebentar lagi Ayah pulang” Telfon terputus karena kilat yang menggelegar.
“Kenapa Ayah memutuskan telfonnya, ah semua menyebalkan” Juan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Sepertinya tidak ada harapan akan merayakan ulangtahun dirinya seperti tahun-tahun kemarin. Padahal Juan ingin membuktikan pada teman-temannya bahwa tanggal ulangtahunnya bukanlah tanggal sial. Sebab selalu saja ada hal yang menimpanya ketika tanggal 13 januari seperti tahun-tahun yang lalu.
Sosok dua pria berseragam polisi datang menghampiri rumah Juan, ibu Juan pun menyambut dengan hati yang sangat cemas. Seperti ada perasaan tidak menentu dalam hatinya. Perasaan cemas itu pun akhirnya terjawab dengan pernyataan polisi yang mengatakan bahwa ayah Juan mengalami kecelakaan dan tengah kritis di rumah sakit. Sebuah pohon besar yang sudah tua jatuh menimpa mobil ayahnya yang tengah melintas.
Ibu Juan terkejut dan menjerit sejadi-jadinya memanggil nama juan, “Juan…..” jerit ibunya membuat Juan tersadar dari lamunannya, Juan tidak menghiraukan panggilan ibunya, sekali lagi ibunya menjerit memanggil Juan, hingga akhirnya dengan berat hati Juan datang menghampiri ibunya yang tengah menangis terisak-isak di hadapan dua polisi yang berdiri depan rumahnya. Juan pun heran mengapa ibunya bisa menangis hingga terisak. Setelah polisi menjelaskan perihal kecelakaan ayahnya, Juan pun ikut terisak dengan gaya menangis manjanya. Juan menyesal karena telah marah-marah pada ayahnya dalam telfon. Ayahnya kecelakaan pasti karena menerima telfon darinya ketika tengah mengendarai mobil, fikirnya.
Juan dan ibunya bergegas pergi ke rumah sakit dimana ayahnya dirawat. Setibanya di rumah sakit, Juan menemukan ayahnya terbaring ditutupi dengan kain putih dari ujung kepala hingga ujung kaki.  Tangis Juan semakin menjadi, begitupun ibunya. Serasa ditampar oleh gelegar petir, sakit sekali menahan tangis ketika harus menangisi kepergian ayahnya dihari ulangtahunnya. Juan mulai yakin dengan kesialan hari lahirnya,
“Tuhan….kenapa kau ambil ayah di hari ulangtahunku, kenapa kau membuatku membenarkan tuduhan teman-temanku tentang kesialan tanggal lahirku, kenapa Tuhan..” Juan menjerit dan meraung-raung di depan mayat ayahnya.
***
“Juan..” sayup-sayup terdengar suara ayahnya membangunkan tidur Juan “Teman-temanmu datang untuk merayakan hari ulangtahunmu tuh, kenapa tertidur di sini. Ayah sudah siapkan semua yang kamu mau, untuk perayaan ulangtahunmu”. Juan mengucek-ngucek matanya dan memegang kedua pipi ayahnya, tidak percaya bahwa kejadian itu hanyalah mimpi.
“Kamu kenapa Juan?” tanya ayah

“Benarkah? Hmm, enggak apa kok Yah, Ayah duluan aja, nanti Juan nyusul” ayah tersenyum tipis kemudian berlalu meninggalkan Juan. “Hanya mimpi, fiuuhh” Juan menyeka rambutnya.

4 komentar:

  1. Tanggalnya nge-pas. Bacanya berasa flashback pernah begitu, hha.

    Ditunggu cerpen2 lainnya yak.. kalau boleh req. Sih ttg wanita pevintabhujan dan pria pelukis :)

    BalasHapus
  2. waah ternyata cuma mimpi. Coba dibikin nyata, ayahnya bicara sama Juan tapi dari alam lain....
    keren ceritanya deeek :D

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah cuma mimpi.. :D

    BalasHapus
  4. Blog walking ke blognya nesya.
    Ulang tahunnya tanggal 13? Keramat. Hehe

    BalasHapus