Jumat, 31 Januari 2014

# BOOK # REVIEW

[Resensi] Novel Eliana, Serial Anak-Anak Mamak Buku-4 Karya Tere Liye

Betapapun Lemahnya Perempuan, Jangan Remehkan Mereka


Judul                : Eliana, Serial Anak-Anak Mamak Buku-4
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Republika
Cetakan           : II, Agustus 2011
Tebal               : iv, 520 Halaman
ISBN               : 978-602-8987-04-2
Eliana, gadis sulung dari empat bersaudara. Memiliki dua adik laki-laki bernama Pukat dan Burlian serta satu adik perempuan yang lucu bernama Amelia. Gadis kecil kelas enam Sekolah Dasar ini sedari awal tidak tahu apa nama cita-citanya, yang pasti gadis kecil Si Pemberani ini selalu ingin bercita-cita menjadi pembela kebenaran, memihak pada mereka yang tertindas dan menolong mereka yang lemah. Entah apapun nama profesinya kelak, Eliana ingin menjadi Pembela semua orang yang membutuhkan bantuan dan yang teraniaya.
Seperti yang saya katakan, Eliana adalah gadis kecil yang tidak pernah takut akan hal apapun. Termasuk membentak dan memarahi pejabat tinggi. Seperti ketika Bapak dan tetua kampung menghadiri pertemuan di kota kabupaten tentang akan datang orang-orang kota yang akan mengeduk pasir di sungai mereka, dan ketika pejabat tinggi itu mengina Bapak karena suatu hal, Eliana tak kuasa menahan amarah, Eliana tidak akan pernah rela jika Bapaknya dihina hanya karena miskin (Kau Anak Pemberan-1, h. 1). Sedari awal, Eliana tidak pernah suka dengan siapapun orang kota yang datang ke kampung untuk urusan merusak hutan. Menebang pohon-pohon, mengeduk pasir hingga kandas, semua itu merusak populasi ikan di sungai, semua itu mengakibatkan ikan tidak betah lagi berada di kampung mereka, merusak ladang warga, musnah semua.

            Keberanian membentak pejabat tinggi hanya satu dari keberanian-keberanian Eliana lainnya. di dalam Novel Eliana, Serial Anak-Anak Mamak Buku-4 ini, Tere Liye menceritakan dengan detail bagaimana orang-orang di kampung sangat benci dengan kedatangan orang-orang kota yang rakus. Tere Liye menggambarkan layaknya ini adalah kisah nyata baginya, lihai sekali ia mengaduk-aduk perasaan pembaca. Seperti merasakan sendiri bahwa kampung kitalah yang tengah di rampas oleh orang kota.
            Bersama gengnya “Empat Buntal” Eliana memiliki banyak rencana untuk mengusir truk-truk besar yang datang untuk mengambil pasir di sungai mereka. Empat Buntal? Kalian tahu apa itu Buntal? Buntal adalah ikan berbadan bulat seperti balon serta duri di sekujur badannya, selalu siap menyergap dengan duri-duri ganasnya siapapun yang hendak mengusik ketenangannya. Eliana, Hima, Damdan dan Marhotap. (Empat Buntal h.235) hei, kalian pasti pernah mendengar kan bahwa musuh bebuyut bisa saja menjadi sahabat baik, juga sebaliknya. Eliana dan Marhotap awalnya juga musuh bebuyutan, saling membenci karena salah paham. Sama kasusnya dengan Mamak dan Bapak Eliana yang sebelum menikah juga sangat saling membenci, juga karena salah paham dan hal sepele. Aduhai, kenapa pula sekarang Eliana dan Marhotap menjadi sahabat karib. Atau sudah tumbuh rasa-rasa itu? “Mirip dengan waktu Bapak dulu yang menuduh Mamak mencuri bungkusan baju kurung di gerbong kereta, kan? Nah, jangan-jangan suatu hari nanti Kak Eli dan Kak Hotap sama dengan Bapak dan Mamak. Sekarang benci-bencian, akhirnya ternyata nikah.” (h. 197) Prasangka Amelia ternyata tidak sesuai dengan takdir.
            Saya juga awalnya berprasanga begitu, sudah senang sekali membaca episode itu bahwa mereka membentuk geng bernama Empat Buntal yang terus bersikukuh dan menyiapkan banyak rencana untuk mengusir orang-orang kota rakus itu. Tapi ternyata Marhotab, sahabat baru Eliana itu, yang dulu bersumpah akan mengalahkan posisinya menjadi juara kelas itu hilang entah kemana, tidak tahu kemana pergi, sejak Hotap memberanikan diri pergi sendiri untuk menyerang para pekerja pengeduk pasir, marhotap pergi (Marhotap Pergi h. 249)
            Nah, sudah saya katakan. Tere Liye itu lihai sekali memporak-porandakan perasaan pembaca, membuat pembaca penasaran dan ber-yaaaa setengah mati. Kenapa pula Tere Liye menghilangkan tokoh Marhotap, sedih sekali membaca episode itu, termasuk Eliana, orang yang paling sedih ketika Hotap hilang. Bagaimanlah dengan “Empat Buntal”?
            Jangan salah, “Empat Buntal” tetap kokoh meski tanpa Hotap. Sekarang ada Anton yang sejak Pak Bin (guru kesayangan semua murid sekolahan) menggabungkan mereka dalam satu tim untuk pameran di Kota Provinsi, mereka kembali membentuk Empat Buntal agar semakin kokoh. Bahkan lebih solid dari kemarin.
            Berbagai strategi telah dipasang. Saya pikir, cerita Eliana ini terus berkutat di masalah perlindungan hutan, mempertahankan warisan leluhur. Ya, dari hal itulah Eliana selalu terlihat pemberani. Namun begitu, cerita Eliana ini memiliki banyak pelajaran untuk seluruh rakyat di dunia, bahwa untuk menjaga kelestarian hutan merupakan tugas kita bersama, bukan hanya tugas orang-orang kampung yang tinggal di sekitarnya.
            Kisah Eliana di dalam novel ini, agaknya membuka mata kita bahwa anak perempuan kecil seperti Eliana saja mampu berpikir dewasa untuk melindungi warisan leluhur. Bukan sekedar memikirkan materi dunia, dengan mengambil habis warisan alam. Anak perempuan pemberani seperti Eliana ini patut sekali perangainya ditiru. Meski diawal sangat geram menjadi anak sulung karena selalu menjadi bodyguard dan alarm bangun pagi untuk adik-adiknya. Eliana mulai berpikir dewasa setelah peristiwa tragis kabur dari rumah membuatnya sadar bahwa untuk menjadi anak Sulung memiliki tanggung jawab yang besar, dan harus menjaga kepercayaan Mamak dan Bapaknya. (Kasih Sayang Mamak-7 h. 375) hei, kalian harus tahu satu hal, saya menangis terisak ketika tiba di episode Kasih Sayang Mamak-7 ini.
            Banyak sekali peristiwa-peristiwa mencengangkan di akhir-akhir cerita buku ini. Kalau kita terkadang bisa histeris menonton film aksi atau film horor. Saya pastikan bahwa episode Malam Pembuktian-2 h. 495 di dalam novel dengan tebal 520 halaman ini akan membuat kalian histeris dan deg-degan bukan kepalang, tidak bisa berhenti membaca setiap lembar demi lembar untuk menemukan ending ceritanya. Jika kalian selesai membaca cerita Eliana, maka kalian akan tahu filosofi dari gambar di cover novel ini. Ikan Buntal, Bunga Bangkai Raksasa, Hujan, Truk-Truk berhamburan, Bandang.
            Kalian juga harus tahu, Eliana demi membuktikan bahwa anak perempuan tidak patut diremehkan, ia pernah melakukan hal yang sangat tidak boleh dilakukan oleh anak perempuan, mengumandangkan azan di masjid. Ya, Eliana Si Pemberani ini, hingga cita-citanya menjadi pembela kebenaran terwujud, ia akan tetap membuktikan bahwa anak perempuan tidak boleh diremehkan. Kalian ingin tahu apa profesi Eliana setelah ia dewasa? Ingin tahu kemana perginya Marhotap? Kalian harus baca bukunya langsung, temukan sensaninya.

Peresensi: Rezita Agnesia Siregar, Mahasiswa Jurusan Hukum Perdata Keluarga di IAIN Sumatera Utara

1 komentar:

  1. Karena gonta-ganti template. Semua komentar di post ini hilang. Silahkan tinggalkan komentar ya ^^ Terimakasih untuk komentar anda di postingan ini :)

    BalasHapus