Tidak pernah terbayang di benakku betapa hebatnya Allah memberi nikmat yang begitu hebat di tahun 2017 ini. Sesuatu yang tidak pernah terbesit sedikitpun, tidak ada dalam daftar resolusi sama sekali. Mulai dari membulatkan tekad untuk hijrah domain blog ke .com, perdana naik pesawat hingga keajaiban lain yang melengkapi.
Bagaimana akhirnya aku bisa mengunjungi Aceh? tak terlepas dari #BerkahNgeblog. Aku berkesempatan menjadi juara satu lomba blog dari Astra regional Medan. Selain laptop dan uang saku, aku mendapat kesempatan berkunjung ke Aceh dalam rangka melihat bagaimana proses Rumah Tiram yang merupakan pemenang Satu Indonesia Awards anugerah PT. Astra Internasional, Tbk.
Baca Juga: Mencari Tahu Cara Unik Budidaya Tiram di KBA Aceh
2004 lalu, aku hanya bisa meratap melihat Kota Serambi Mekah Aceh diporak-porandakan oleh Gempa dan Tsunami. Peringatan yang luar biasa dari Allah, agar kita senantiasa mengingat-Nya. Dan di tahun 2017 ini aku bisa melihat langsung bagaimana kota Aceh setelah berbenah. Atas kunjungan ke Aceh ini pula akhirnya aku bisa merasakan bagaimana duduk di atas pesawat, sendirian di boarding pass hehe *norak* motret tiket lalu update di stories WA, rasa-rasanya semua orang pasti merasakan kenorakan untuk hal-hal yang pertama kali ia lakukan.
2004 lalu, aku hanya bisa meratap melihat Kota Serambi Mekah Aceh diporak-porandakan oleh Gempa dan Tsunami. Peringatan yang luar biasa dari Allah, agar kita senantiasa mengingat-Nya. Dan di tahun 2017 ini aku bisa melihat langsung bagaimana kota Aceh setelah berbenah. Atas kunjungan ke Aceh ini pula akhirnya aku bisa merasakan bagaimana duduk di atas pesawat, sendirian di boarding pass hehe *norak* motret tiket lalu update di stories WA, rasa-rasanya semua orang pasti merasakan kenorakan untuk hal-hal yang pertama kali ia lakukan.
Aku tidak akan cerita drama-drama selama naik pesawat di dalam postingan ini, mungkin di postingan selanjutnya tentang "Cerita Perdana Naik Pesawat" haha kapan itu ditulis, entahlah.
Aceh mungkin bagi sebagian orang merupakan kota yang terlalu "Berbeda" menurutku juga begitu, karena aku terlalu banyak mendengar omongan orang, baca media yang mungkin kontra dengan kota Aceh, hingga akhirnya pandanganku tentang Aceh ya gimana gitu. Aku ngerasanya tuh, Di Aceh, apa dengan mudahnya menghukum sesiapa yang melanggar peraturan Islam ya? apa di sana gak boleh ya pakai celana terus boncengan sama lawan jenis yang bukan mahram? di sana masih ada PKI gak ya?
Setelah melihat langsung kota Aceh, prasangka yang aku rasa ada yang benar dan tidak. Soal di Aceh yang mengharuskan seluruh warga pakai hijab bagi wanita itu benar, tidak boleh berboncengan bagi yang bukan mahram itu benar, karena ketika aku ngobrol di sana, belum diberlakukan Ojek Online karena dikhawatirkan Driver laki-laki akan mendapat penumpang wanita dan itu yang dipermasalahkan. Nah, berarti gak boleh loh yang gak mahram boncengan. Soal PKI yang sangat menyeramkan itu juga tidak ada. Itu dulu loh, sekarang Aceh itu sudah sangat aman.
Ada hal yang sangat aku sesalkan, aku tidak memiliki dokumentasi beberapa jembatan penyeberangan di Kota Aceh yang setiap jembatannya memiliki cerita dan makna tersendiri. Jadi, di Aceh ada atribut jembatan yang berbentuk unik-unik gitu, dan keunikannya itu ternyata ada maknanya. Kemarin, pas melewati salah satu jembatan, aku bertanya ke driver, cantik banget ya jembatannya, apa ada artinya ya pak? terus langsung diceritain oleh drivernya. Tapi maaaaaaaaaaaaf banget, aku pelupa akut dan gak nyatat informasi tersebut. Pokoknya kalau kalian ke Aceh dan melihat di kota tuh ada jembatan dengan besi berbentuk-bentuk di kedua sisinya, tanya deh sama warga atau driver yang orang Aceh, pasti bakal diceritain maknanya.
Kota Damai? Ya, jika dibandingkan dengan kota Medan. Damai dalam hal lalulintas misalnya. Pengendaranya mematuhi lalulintas dan tidak sembarangan ngeklakson pengendara lain, angkutan umumnya juga tertib. Jalanan masih terpantau lempang, tidak sepadat ibukota haha yaiyalah.
Aku takjub, sepanjang jalan kita akan melihat seluruh wanita berpakaian muslim. Tidak ada yang anggar paha apalagi dada. Beuh, mata tuh rasanya nyaman banget. Bahkan, masih banyak pantai yang terdapat di pinggir jalan raya. Eh, pantai bukan sih? kebiasaan orang Medan nih, sungai aja dibilang pantai. Jadi, di Aceh bisa merasakan angin pantai di Ibukotanya. Sepoi-sepoi asik banget loh. Bahkan, saking anginnya kerasa banget, kemarin ada acara yang digelar di pinggir jalan malah harus pindah ke dalam ruangan karena angin yang gak selo menghempas-hempas panggung.
Selain perdana naik pesawat, momen ini jugalah yang membuatku perdana nginap di hotel (read: sendirian) Kembali ke fungsi hotel yang digunakan sebagai tempat tidur, aku merasa sangat menyia-nyiakan momen berlama-lama di hotel megah seperti The Pade Hotel ini. Meski tidak ada pemandangan kota Aceh dari balik jendela, aku sudah sangat cukup menikmati keindahan interior hotel ini dari balik jendela kamar di lantai satu. Luas, nyaman dan berkesan.
Sebagai bentuk kenorakanku, ada cerita yang harus aku tuliskan. Suatu saat mungkin aku akan membaca tulisan ini sebagai bentuk kerinduan. Pertama kali masuk kamar, aku meletakkan kartu yang otomatis menghidupkan seluruh listrik di kamar tersebut, mulai dari lampu kamar, lampu kamar mandi, AC hingga TV. Dan betapa bodohnya aku, aku mengira fungsi kartu itu sama seperti kartu yang digesekkan di lift .__. ternyata cukup diletakkan tanpa diambil kembali. You know apa yang terjadi saat aku di kamar mandi? Kukiralah hotel itu horor karena lampunya mati sendiri, eh tapi awalnya aku biasa aja, mungkin ntah kesalahan listrik, terus kutempel lagi kartu tersebut dan mencabutnya kembali, seluruh listrik otomatis hidup dong. Aku masuk kamar mandi lagi, eh mati lagi. Buseeeet angker nih hotel haha, Ya Allah kenapa begitu memalukan hidupku.
Kutelfon panitia dari Astra, kutanya bang kenapa lampunya hidup mati terus, aku kan takut wkwkw. Dia niatan datang ke kamar lalu kemudian si abag nelfon lagi dan bilang "Mba, kartunya itu jangan dicabut tapi diletakin aja." Damn, dia tau letak kesalahanku. Dasar NORAK! haha kekeh sendiri, sumpah.
Saking nyenyaknya, aku sampai males keluar kamar untuk sarapan. Ngerungkel terus di kamar menikmati keintrovert-an diri yang bahagia dalam kesendirian. Dan akhirnya ditelfon untuk sarapan karena batas sarapan pukul sepuluh. Uhhh kenapa makannya gak dianterin ke kamar sih kayak di film-film haha *maunya* hestek NORAK! akhirnya aku jadi pengunjung terakhir yang sarapan, diantara pelayan yang mulai membereskan sarapan.
Aceh dikenal dengan kopinya, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan minum kopi meski sebenarnya bukan penikmat kopi. Ada namanya "Kopi Resing" Entah kenapa akhirnya kopi tersebut dibilang kopi resing, ternyata cerita punya cerita, diambil dari kata "Racing" ya semacam motor yang kebut-kebutan, jadi setelah minum kopi tersebut jadi agak tidak sadar dan mudah ngebut kalau ngelakuin sesuatu, ah gitulah pokoknya.
Aceh juga memiliki makanan laut, sepeti udang, kepiting dan gurita. Dan makanan itu hanya digoreng, aku sih suka udangnya. Ada lagi es nangka, sebagai pecinta es, aku sampai minum dua gelas. Beuh, super enak deh.
Tujuan kami ke Aceh bukan untuk beriwisata, jadi hanya punya kesempatan untuk singgah ke dua tempat wisata legendaris yang sekaligus menjadi saksi utuh betapa dahsyatnya Tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam.
Aku dan tim Astra berkunjung ke Aceh pada saat libur Maulid Nabi, Kota Aceh sangat menjunjung tinggi nilai dan hari besar dalam Islam, oleh karena itu aku tidak menyinggahi Museum Tsunami karena saat itu tutup. Sangat-sangat disayangkan, akhirnya kami pergi ke Masjid Raya Baiturrahman, masjid yang Subhanallah bila kita tahu betapa kokohnya masjid ini diterjang tsunami, di saat bangunan lain rata dengan tanah, masjid ini tetap berdiri kokoh dan menjadi tempat berlindungnya masyarakat Aceh dari bencana tersebut.
Kemudian kami beralih ke Museum Kapal PLTD Apung yang juga menjadi saksi utuh hebatnya gelombang tsunami hingga bisa menyeret Kapal dengan bobot 2600 ton, terseret hingga 5 km ke tengah kota tepatnya di Gampong Punge, Blangcut, Banda Aceh. Tak terbayangkan, tapi itulah kebesaran Illahi. Kapal yang pada akhirnya dijadikan museum untuk mengenang bencana Tsunami Aceh ini sangat ramai didatangi wisatawan. Tidak hanya bisa berfoto di atas kapal, tapi pengunjung juga bisa melihat ke dalam kapal, yang mana di dalamnya terdapat informasi seputar kapal dan kronologi terseretnya kapal ke tengah kota.
Di dalam kapal yang luas itu, ada banyak terdapat anak tangga, kemudian aku membayangkan bagaimana saat itu awak kapal berlarian dari lantai tertinggi kapal untuk turun dan menyelamatkan diri. Mendongak aku melihat kapal hingga ke langit-langit kapal. Subhanallah, sungguh luar biasa kuasa Allah.
Ada cerita menarik sekaligus norak lagi nih haha, ternyata tidak cukup kenorakanku sampai di The Pade Hotel ya.
Aku tahu kalau di Aceh itu harus berbusana muslim dan berhijab, tapi siapa sangka kalau ternyata untuk masuk ke dalam Masjid Baiturrahman tidak boleh menggunakan celana. Ya, sudah ketebak dong apa yang terjadi?
Padahal aku tidak menggunakan celana ketat, ya peraturan loh Nesss. Jadi, penjaga masjid minjemin aku sarung sholat .__. mending lagi kalau sarung yang motifnya kotak-kotak, ini rok sholat yang berpasangan dengan telekungnya ituloh, warnanya putih, jadi aku kayak pakai rok gitu deh. Asli, dilihatin orang-orang dan aku ngerasa gak punya malu gitu. Nyelonong aja dengan pedenya tetap foto-foto tanpa ngelakuin salah. Wuih memalukan kalau diingat.
Tapi, ini adalah momen yang akan aku ingat. Next, kalau aku ke Aceh lagi, aku tahu mana yang harus dan tidak boleh aku pakai. Kesalahan adalah jalan menjadikannya pembelajaran.
Apa yang aku lihat setelah 13 tahun pasca Tsunami Aceh? Berbenah, mungkin inilah hikmah dari terjadinya Gempa dan Tsunami di Aceh. Aceh jadi pusat perhatian dan tentunya kembali fitrah, terlihat seperti baru lahir, Aceh kembali tumbuh dengan suasana yang baru. Infrastruktur yang masih baru membuat pengunjung betah, tidak ada lagi ketakutan-ketakutan yang menghantui masyarakat hingga enggan datang ke Aceh.
Sayangnya, aku tidak berkesempatan mengunjungi pantai-pantai di Aceh yang terkenal dengan ketakjubannya. Kuharus ke Aceh lagi, tidak terbang sendirian pastinya, harus dengan pasangan. Aamiin kan dong guys :)
Setelah melihat langsung kota Aceh, prasangka yang aku rasa ada yang benar dan tidak. Soal di Aceh yang mengharuskan seluruh warga pakai hijab bagi wanita itu benar, tidak boleh berboncengan bagi yang bukan mahram itu benar, karena ketika aku ngobrol di sana, belum diberlakukan Ojek Online karena dikhawatirkan Driver laki-laki akan mendapat penumpang wanita dan itu yang dipermasalahkan. Nah, berarti gak boleh loh yang gak mahram boncengan. Soal PKI yang sangat menyeramkan itu juga tidak ada. Itu dulu loh, sekarang Aceh itu sudah sangat aman.
Aceh, Kota Damai dengan Atribut Kota yang Sarat Makna
Ada hal yang sangat aku sesalkan, aku tidak memiliki dokumentasi beberapa jembatan penyeberangan di Kota Aceh yang setiap jembatannya memiliki cerita dan makna tersendiri. Jadi, di Aceh ada atribut jembatan yang berbentuk unik-unik gitu, dan keunikannya itu ternyata ada maknanya. Kemarin, pas melewati salah satu jembatan, aku bertanya ke driver, cantik banget ya jembatannya, apa ada artinya ya pak? terus langsung diceritain oleh drivernya. Tapi maaaaaaaaaaaaf banget, aku pelupa akut dan gak nyatat informasi tersebut. Pokoknya kalau kalian ke Aceh dan melihat di kota tuh ada jembatan dengan besi berbentuk-bentuk di kedua sisinya, tanya deh sama warga atau driver yang orang Aceh, pasti bakal diceritain maknanya.
Kota Damai? Ya, jika dibandingkan dengan kota Medan. Damai dalam hal lalulintas misalnya. Pengendaranya mematuhi lalulintas dan tidak sembarangan ngeklakson pengendara lain, angkutan umumnya juga tertib. Jalanan masih terpantau lempang, tidak sepadat ibukota haha yaiyalah.
Aku takjub, sepanjang jalan kita akan melihat seluruh wanita berpakaian muslim. Tidak ada yang anggar paha apalagi dada. Beuh, mata tuh rasanya nyaman banget. Bahkan, masih banyak pantai yang terdapat di pinggir jalan raya. Eh, pantai bukan sih? kebiasaan orang Medan nih, sungai aja dibilang pantai. Jadi, di Aceh bisa merasakan angin pantai di Ibukotanya. Sepoi-sepoi asik banget loh. Bahkan, saking anginnya kerasa banget, kemarin ada acara yang digelar di pinggir jalan malah harus pindah ke dalam ruangan karena angin yang gak selo menghempas-hempas panggung.
Pantainya di pinggir jalan kan? Nih bareng Blogger asal Jakarta |
Menginap di The Pade Hotel, Aceh
Selain perdana naik pesawat, momen ini jugalah yang membuatku perdana nginap di hotel (read: sendirian) Kembali ke fungsi hotel yang digunakan sebagai tempat tidur, aku merasa sangat menyia-nyiakan momen berlama-lama di hotel megah seperti The Pade Hotel ini. Meski tidak ada pemandangan kota Aceh dari balik jendela, aku sudah sangat cukup menikmati keindahan interior hotel ini dari balik jendela kamar di lantai satu. Luas, nyaman dan berkesan.
Sebagai bentuk kenorakanku, ada cerita yang harus aku tuliskan. Suatu saat mungkin aku akan membaca tulisan ini sebagai bentuk kerinduan. Pertama kali masuk kamar, aku meletakkan kartu yang otomatis menghidupkan seluruh listrik di kamar tersebut, mulai dari lampu kamar, lampu kamar mandi, AC hingga TV. Dan betapa bodohnya aku, aku mengira fungsi kartu itu sama seperti kartu yang digesekkan di lift .__. ternyata cukup diletakkan tanpa diambil kembali. You know apa yang terjadi saat aku di kamar mandi? Kukiralah hotel itu horor karena lampunya mati sendiri, eh tapi awalnya aku biasa aja, mungkin ntah kesalahan listrik, terus kutempel lagi kartu tersebut dan mencabutnya kembali, seluruh listrik otomatis hidup dong. Aku masuk kamar mandi lagi, eh mati lagi. Buseeeet angker nih hotel haha, Ya Allah kenapa begitu memalukan hidupku.
Kutelfon panitia dari Astra, kutanya bang kenapa lampunya hidup mati terus, aku kan takut wkwkw. Dia niatan datang ke kamar lalu kemudian si abag nelfon lagi dan bilang "Mba, kartunya itu jangan dicabut tapi diletakin aja." Damn, dia tau letak kesalahanku. Dasar NORAK! haha kekeh sendiri, sumpah.
Saking nyenyaknya, aku sampai males keluar kamar untuk sarapan. Ngerungkel terus di kamar menikmati keintrovert-an diri yang bahagia dalam kesendirian. Dan akhirnya ditelfon untuk sarapan karena batas sarapan pukul sepuluh. Uhhh kenapa makannya gak dianterin ke kamar sih kayak di film-film haha *maunya* hestek NORAK! akhirnya aku jadi pengunjung terakhir yang sarapan, diantara pelayan yang mulai membereskan sarapan.
Menikmati Kuliner dan Kopi Resing Aceh
Aceh dikenal dengan kopinya, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan minum kopi meski sebenarnya bukan penikmat kopi. Ada namanya "Kopi Resing" Entah kenapa akhirnya kopi tersebut dibilang kopi resing, ternyata cerita punya cerita, diambil dari kata "Racing" ya semacam motor yang kebut-kebutan, jadi setelah minum kopi tersebut jadi agak tidak sadar dan mudah ngebut kalau ngelakuin sesuatu, ah gitulah pokoknya.
Aceh juga memiliki makanan laut, sepeti udang, kepiting dan gurita. Dan makanan itu hanya digoreng, aku sih suka udangnya. Ada lagi es nangka, sebagai pecinta es, aku sampai minum dua gelas. Beuh, super enak deh.
Singgah di Kapal PLTD Apung & Masjid Baiturrahman Aceh
Tujuan kami ke Aceh bukan untuk beriwisata, jadi hanya punya kesempatan untuk singgah ke dua tempat wisata legendaris yang sekaligus menjadi saksi utuh betapa dahsyatnya Tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam.
Aku dan tim Astra berkunjung ke Aceh pada saat libur Maulid Nabi, Kota Aceh sangat menjunjung tinggi nilai dan hari besar dalam Islam, oleh karena itu aku tidak menyinggahi Museum Tsunami karena saat itu tutup. Sangat-sangat disayangkan, akhirnya kami pergi ke Masjid Raya Baiturrahman, masjid yang Subhanallah bila kita tahu betapa kokohnya masjid ini diterjang tsunami, di saat bangunan lain rata dengan tanah, masjid ini tetap berdiri kokoh dan menjadi tempat berlindungnya masyarakat Aceh dari bencana tersebut.
Kemudian kami beralih ke Museum Kapal PLTD Apung yang juga menjadi saksi utuh hebatnya gelombang tsunami hingga bisa menyeret Kapal dengan bobot 2600 ton, terseret hingga 5 km ke tengah kota tepatnya di Gampong Punge, Blangcut, Banda Aceh. Tak terbayangkan, tapi itulah kebesaran Illahi. Kapal yang pada akhirnya dijadikan museum untuk mengenang bencana Tsunami Aceh ini sangat ramai didatangi wisatawan. Tidak hanya bisa berfoto di atas kapal, tapi pengunjung juga bisa melihat ke dalam kapal, yang mana di dalamnya terdapat informasi seputar kapal dan kronologi terseretnya kapal ke tengah kota.
Di dalam kapal yang luas itu, ada banyak terdapat anak tangga, kemudian aku membayangkan bagaimana saat itu awak kapal berlarian dari lantai tertinggi kapal untuk turun dan menyelamatkan diri. Mendongak aku melihat kapal hingga ke langit-langit kapal. Subhanallah, sungguh luar biasa kuasa Allah.
Cerita Lucu di Masjid Baiturrahman, Aceh
Ada cerita menarik sekaligus norak lagi nih haha, ternyata tidak cukup kenorakanku sampai di The Pade Hotel ya.
Aku tahu kalau di Aceh itu harus berbusana muslim dan berhijab, tapi siapa sangka kalau ternyata untuk masuk ke dalam Masjid Baiturrahman tidak boleh menggunakan celana. Ya, sudah ketebak dong apa yang terjadi?
Padahal aku tidak menggunakan celana ketat, ya peraturan loh Nesss. Jadi, penjaga masjid minjemin aku sarung sholat .__. mending lagi kalau sarung yang motifnya kotak-kotak, ini rok sholat yang berpasangan dengan telekungnya ituloh, warnanya putih, jadi aku kayak pakai rok gitu deh. Asli, dilihatin orang-orang dan aku ngerasa gak punya malu gitu. Nyelonong aja dengan pedenya tetap foto-foto tanpa ngelakuin salah. Wuih memalukan kalau diingat.
Tapi, ini adalah momen yang akan aku ingat. Next, kalau aku ke Aceh lagi, aku tahu mana yang harus dan tidak boleh aku pakai. Kesalahan adalah jalan menjadikannya pembelajaran.
Aceh telah Berbenah
Apa yang aku lihat setelah 13 tahun pasca Tsunami Aceh? Berbenah, mungkin inilah hikmah dari terjadinya Gempa dan Tsunami di Aceh. Aceh jadi pusat perhatian dan tentunya kembali fitrah, terlihat seperti baru lahir, Aceh kembali tumbuh dengan suasana yang baru. Infrastruktur yang masih baru membuat pengunjung betah, tidak ada lagi ketakutan-ketakutan yang menghantui masyarakat hingga enggan datang ke Aceh.
Sayangnya, aku tidak berkesempatan mengunjungi pantai-pantai di Aceh yang terkenal dengan ketakjubannya. Kuharus ke Aceh lagi, tidak terbang sendirian pastinya, harus dengan pasangan. Aamiin kan dong guys :)
Kerennyaa ceritaanyaaa, nanti kita kesana ya Dear. Amiinn
BalasHapusJadi serasas ke Aceh..
BalasHapusMakasih mb ceritanya. Fotonya juga cakep2 banget...
Aku mungkin sedikit dari orang Aceh yang udah lamaaaa ngga ke sana. Dulu almarhum Papa suka ngajak ke Aceh, sekalian mampir ke Sigli kampungnya Papa. Dan kami selalu nginep di Lhokseumawe juga Banda Aceh. Rindu juga, ntah kapan ke sana lagi :). Duh Nes, kenapa itu room card hotel dicabut? Hahahaha... ngekeh jadinya :D
BalasHapusLucu mbak..itu roknya..hihihi
BalasHapusCantik ya masjidnya..
gambarnya cantik cantik mbak... saya juga pernah ke Aceh beberapa tahun lalu, tepatnya ke UNSIAH..Aceh memang adem pemandangannya..yang saya ingat, berbagai baliho di jalan tidak ada yang menampilkan cewek seksi kayak di Medan..jadi adem penglihatan saya :)
BalasHapusWaaaaaa.. Asik kali Nes, menang lomba ke Aceh! Kangen aku makan ayam tangkap sama sate guritanya. Wkwkwk 😂😂😂
BalasHapusFotonya keren, jadi menikmati seperti nyata sedang berada di Aceh
BalasHapusAhaa... Iya emang gak boleh pakai celana... Polisi masjidnya bilang apa waktu nangkap? 'sarung mana sarung?!' dengan wajah sangar
BalasHapus��
Kalau dengar langsung cerita kapal itu terseret ombak tsunami, merinding rasanya.
BalasHapusSubhanallah, Aceh terlihat baru dan bersih.
BalasHapusSelalu ingin berlinang melihat artikel tentang Museum Tsunami, apalagi melihat Masjid Baiturrahman yang sesudah Tsunami dan setelah renovasi sungguh kebesaran Tuhan yang maha kuasa.
BalasHapuspengen jalan-jalan ke Aceh jadinya
BalasHapusKota Aceh selalu mengagumkan untuk diceritakan. Banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan.
BalasHapus