Oleh: Rezita Agnesia
Siregar
Tak ada kata lain yang dapat diungkapkan selain kasihan dan kagum. Yah…
itu lah rasa yang timbul seketika aku melihat kakek Muhtarsam, seorang pemulung
yang setiap harinya mengumpulkan botol-botol dan barang-barang bekas di area kampusku
IAIN Sumatera Utara, kakek Muhtarsam dulunya adalah seorang supir borongan yang
pulang sebulan sekali, namun sekarang karena penuaan, kakek tidak bisa bekerja
sebagai supir lagi, jadi kakek memutuskan untuk menjadi pemulung, kakek yang
berumur 73 tahun ini sudah satu tahun lebih melakukan kegiatan mengumpulkan
barang bekas di area IAIN Sumatera Utara. Sejak umur 70 tahun.
“Kakek lebih senang mengumpulkan barang bekas disini, karena adab di sini
lebih sopan daripada kampus lain, kakek merasa nyaman, merasa seperti dalam
keluarga sendiri, kakek bangga sama mahasiswa di IAIN Sumatera Utara ini, Allah
lah yang menuntut langkah kakek tuk sampai kesini, kakek sangat bersyukur” ujar
kakek Muhtarsam tegas namun mengharukan.
Kakek beristri satu ini setiap harinya datang pukul 08.00 dari rumahnya
di Bandar kalippa Gang Bersama no.5 Komplek Siluman dengan menaiki sepeda
tuanya yang selalu setia menemani kegiatannya setiap hari dari pagi sampai
petang. Tak lupa pula sang istri, Nenek Ani (65 thn) selalu setia menyiapkan
bontot kakek untuk makan siang beserta air minumnya. Namun sayangnya kala itu
tepat hari kamis, 22 maret 2012, kakek Murtasam menyampaikan peneyesalannya
padaku yang ketika itu tengah berdialog pada kakek Muhtarsam di depan Aula IAIN
Sumatera Utara, beliau sangat menyesal karena tidak bisa puasa disebabkan
bangun kesiangan.
“Astagfirullah, kakek sangat
menyesal sekali, kakek merasa bersalah, kakek tak bisa puasa hari ini, karena bangun
kesiangan, kakek sedih sekali nak” ucap kakek Muhtarsam lirih dengan mata
berkaca-kaca.
Setiap harinya kakek Muhtarsam meninggalkan sepedanya dibawah pohon
rindang di samping Aula IAIN Sumatera Utara. Lalu kakek Muhtarsam mulai
berjalan mengelilingi tong sampah demi tong sampah yang ada di area IAIN SU.
Mulai dari tong sampah yang ada di depan Fakultas Tarbiyah di lanjutkan ke
Fakultas Usuluddin lalu ke Fakultas Dakwah bahkan sekali-kali sampai juga ke
Fakultas Syar’iah. Bila tiba saatnya azan zhuhur, kakek Muhtarsam tak pernah
banyak berfikir lagi, beliau langsung meninggalkan kegiatannya mengumpulkan
barang bekas dan bergegas untuk berwudhu dan sholat berjama’ah.
“Semua ini datangnya dari Allah, apapun yang diberikan Allah kita semua
harus bersyukur, salah satu caranya dengan kita sholat dan selalu mengingat
Allah, seperti Firman Allah yang artinya ‘Apabaila
hamba-Ku bersyukur maka akan Ku-tambah nikmatku, namun apabila hamba-Ku ingkar
maka ingatla azab-Ku sangat pedih’ ” kakek berteriak keras membacakan
Firman Allah seakan seperti mahasiswa yang sedang berkampanye.
kakek Muhtarsam sangat hebat, patut dijadikan contoh, dengan keterbatasan
ekonominya, beliau selalu ingat pada Allah yang memberikannya berkah rezeki dan
kesehatan setiap harinya, beliau tidak pernah sedikitpun mengeluh, tak pernah
ada niat baginya untuk mengemis. Padahal kakek Muhtarsam bukanlah orang tua
yang tak memiliki anak, kakek Muhtarsam memiliki tujuh anak, empat laki-laki
dan tiga perempuan, anak paling besar sudah menikah dan tinggal bersama kakek
Muhtarsam dan nenek Ani. Semua anak kakek sudah tidak ada yang sekolah lagi,
semua anaknya hanya bisa menamatkan sampai di bangku SD dan SMP, namun dengan
begitu kakek Muhtarsam sangat bersyukur sudah bisa menyekolahkan anakanya sampai
tingkat SD dan SMP.
Setiap kali kita melihat pengemis tua ataupun pemulung yang tak gentar
melawan teriknya matahari, kita pasti akan beranggapan ‘Apa orangtua itu tidak
mempunyai anak? Mengapa anaknya tega membiarkan orang tuanya memulung, bahkan
mengemis seperti kebanyakan orang tua diluar sana ?’ yah begitulah, hal ini juga aku
tanyakan pada kakek Muhtarsam, namun dengan tegas kakek Muhtarsam menjawab
“Selagi kamu masih mampu mengais rezeki dari Allah jangan kamu minta pada
orang lain apa-apa yang dapat kamu dapatkan sendiri, ingatlah nak tangan di
atas lebih baik daripada tangan dibawah, anak kakek sudah punya keluarga
sendiri, tak berhak kakek mengambil bagiannya, Allah Maha Tahu, Allah Maha
Tahu!” jawab kakek Muhtarsam dan kali ini tangisnya pecah, bibirnya bergetar
seketika mengucapkan Allah Maha Tahu. Sungguh mengharukan .
Setelah sholat berjamaah di Masjid Al-izzah IAIN Sumatera Utara, kakek Muhtarsam
tak pernah ketinggalan untuk mendengarkan ceramah harian di Masjid Al-Izzah
yang dibawakan oleh Ustad Bakar. Bagi kakek Muhtarsam tak ada yang lebih
penting dari ilmu pengetahuan. Meskipun kakek bukanlah orang yang berpendidikan
tinggi, kakek sangat hebat, banyak sekali ilmu tentang Islam yang beliau
ketahui, itu karena kakek Muhtarsam tak pernah melewatkan pengajian, bahkan beliau
selalu mengikuti pengajian rutin setiap sabtu malam di Masjid Al-Mukhlisin
tidak jauh dari rumah kakek Muhtarsam di area Bandar Kalippa. Kakek Muhtarsam sangat
kagum pada Ustad Bahram Nasution. Kakek sangat suka mendengarkan ceramah yang dibawakan
Ustad Bahram namun bukan berarti kakek tidak suka ustad lain, adakalanya ilmu
sangat mudah kita dapatkan jika gurunya sangat menyenangkan. Begitu anggapan
kakek Muhtarsam. Ustad Bahram bagi kakek Muhtarsam sangat humoris, tidak
terlalu kaku akan ceramah yang dibawakan, sang ustad favorit kakek selalu
membawakan ceramahnya dengaan metode sersan (serius tapi santai). Yang selalu
di tunggu-tunggu kakek Muhtarsam setiap kali ustad favoritnya berceramah adalah
memberikan contoh-contoh kehidupan para rasul dan sahabat nabi dengan humor dan
gerakan-gerakan yang menggelitik.
Menurut kakek, orang yang dalam 40 malam tidak mengikuti atau menghadiri
pengajian maka hatinya akan keras dan
akan sulit untuk ingat pada Allah dan bahkan akan juga sulit untuk bersyukur.
Selesi mendengarkan ceramah, kakek melanjutkan mengais barang bekas di
tong sampah depan Masjid Al-izzah. Dengan semangat 45 kakek tak memperdulikan
kotor dan sangat baunya tong sampah tersebut, dimana setelah makan siang di
tong sampah itulah para mahasiswa membuang bungkus makan siang dan botol minum
plastik mereka. Namun disinilah letak rezeki kakek semakin banyak yang membuang
botol-botol plastik bekas, semakin banyak lah nanti yang dapat di jual kakek,
barang-barang bekas yang dipungut kakek dijual perhari, kakek tidak menumpukkannya
berhari-hari dan menumpukkannya lalu di jual. Tetapi, apa yang kakek dapat hari
ini, itulah yang kakek jual ketempat botot penyaluran barang bekas. Ketika aku
menanyakan penghasilan kakek setia hari, beliau mengatakan,
“Maaf ya nak, kakek hanya bisa jawab ‘Berapa pun di berikan Allah sama
kakek, kakek sellau bersyukur, dan semua itu yang diberikan Allah pasti itulah
yang terbaik’ begitu nak” jawab kakek sendu dengan tangan menadah kelangit.
Sekitar pukul 16.00 kakek berhenti mengais barang bekas dan mulai
menyusun barang-barang tersebut kedalam goni, lalu meletakkannya dengan rapi di
atas boncengan belakang sepeda tua kakek. Dengan membawa barang-barang bekas
ini sangat sulit memang, karena muatan goninya sangat besar ditambah lagi sepeda
kakek yang sudah tua bahkan tenaga kakek pun agak melemah karena sudah satu
harian keliling mengais barang bekas di area IAIN SU. Namun kakek tak pernah
gentar, dengan semangat yang menggebu-gebu dan dengan dukungan istri tercinta
yang telah menunggu di rumah serta dengan rasa selalu di awasi oleh Allah,
kakek mengayuh sepeda dengan sangat hati-hatinya. Namun begitu, pernah suatu
ketika, kakek terjatuh tersandung batu, dan bahkan terserempet oleh sepeda motor sebanyak lima kali. Hal itu pun tak pernah membuat
kakek menyerah untuk mendapatkan rezeki dari Allah
“Semua penyakit datangnya dari Allah, dan dari semua penyakit itu Allah
jugalah yang memberikan obatnya, namun ada satu penyakit yang tidak ada
obatnya, yaitu penuaan, jadi kakek tidak pernah takut sakit, ada Allah bersama kita,
mintalah kesembuhan sama Allah, Allah pasti memberikan, kakek ini orang bodoh
nak, apa yang bisa kakek lakukan selain meminta pada Allah, kakek tidak
berpendidikan, selalu di remehkan orang lian, DAN KALIAN !! (sontak kakek
mengacungkan telunjuknya kepada kami dengan nada yang sangat bersemangat hingga
mengejutkan kami) harus punya cita-cita tinggi, mintalah pada Allah, semuanya
akan di berikan oleh Allah, jika hambanya meminta dengan tulus “ suara kakek
kembali lirih setelah sontak tadi menjerit kearahKU, kakek kembali menadahkan
tangannya kearah langit mengisyaratkan untuk kita meminta kepada allah.
Keikhlasan dan semangat tinggi yang dimiliki kakek Muhtarsam membuatku semakin
yakin untuk membantu meringankan beban hidup kakek Muhtarsam dengan memberikan
bantuan berupa dana, marilah kita sebagai umat Islam yang memiliki rasa
solidaritas yang tinggi sama-sama membantu meringankan beban kakek Muhtarsam.
Bagi saudara-saudara sekalian yang ingin membantu langsung, silahkan datang ke Sekretariat
Lembaga Pers Mahasiswa IAIN Dinamika Sumatera Utara, jalan Williem Iskandar No
7 A Medan 20223.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar