Jumat, 14 April 2023

Desa Nusantara Menuju Desa Ekologis

 


Sejak tahun 1990-an, WALHI – Friends of the Earth Indonesia telah mempromosikan konsep “Sistem Hutan Kerakyatan (SHK)”, yang mengutamakan peran Masyarakat Adat & Komunitas Lokal (MAKL) dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.


WALHI mengembangkan model SHK ini sebagai respon langsung terhadap dampak destruktif yang ditimbulkan oleh sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kepentingan korporasi daripada kepentingan masyarakat.


Di Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa pengelolaan kehutanan oleh korporasi telah menyebabkan eksploitasi dan komodifikasi sumber daya alam secara berlebihan dengan mengabaikan dampak negatif terhadap lingkungan, masyarakat, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap krisis iklim dan menyebabkan bencana ekologis. 


Pada tahun 2014, WALHI memperluas konsep SHK menjadi Wilayah Kelola Rakyat (WKR), yang selanjutnya tidak hanya mencakup kawasan hutan, tetapi juga pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir. WALHI kemudian mempromosikan WKR sebagai konsep dan model yang memastikan bahwa MAKL berdaulat dalam penguasaan, pengelolaan, produksi, dan konsumsi hasil pengelolaan sumber daya alam di wilayah masing-masing.


Pengakuan dan perlindungan WKR adalah jalan menegakkan kedaulatan MAKL atas wilayahnya sekaligus jalan untuk mengembalikan model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem dan upaya kolektif untuk MAKL untuk mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis.


Untuk mendukung WKR sebagai “kesatuan ruang hidup yang dikuasai dan dikelola langsung oleh rakyat dengan corak produksinya yang beragam dan berlandaskan kearifan  yang selaras  dengan potensi sumber daya alam serta daya dukung lingkungannya”, WALHI mengintegrasikan langkah-langkah advokasi dalam satu kerangka kerja yang utuh dari hulu yang meliputi Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi hingga ke hilir Tata Konsumsi.


Hingga Desember 2022, WALHI telah mendampingi 250.00 keluarga yang mengelola dan melindungi 1.161.338 ha WKR. Sementara yang mendapatkan pengakuan dari negara melalui skema Perhutanan Sosial seluas 1.042.181 ha, dan Skema Reforma Agraria seluas 119.157 ha. Pengakuan negara atas wilayah tersebut merupakan kemenangan MAKL atas perampasan lahan oleh negara di sektor kehutanan, serta konflik dengan industri ekstraktif seperti sawit dan konsesi tambang.


Sementara 1.007.073 hektar WKR masih dalam tahap pengajuan atau dalam proses verifikasi teknis untuk mendapatkan persetujuan pengakuan dan perlindungan dari negara. WKR yang didampingi WALHI tersebar di 28 provinsi, 101 kabupaten, 184 kecamatan, dan 309 desa. 


DANA NUSANTARA, sebuah program pendanaan yang dikembangkan oleh WALHI, KPA & AMAN, pada tahun 2022 telah diimplementasikan pada 12 lokasi WKR yang didampingi WALHI. Program ini bertujuan untuk mendukung inisiatif komunitas dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dengan memberikan bantuan pendanaan yang terjangkau dan mudah diakses.


Bantuan pendanaan yang diberikan melalui program DANA NUSANTARA difokuskan pada komunitas yang memiliki akses terbatas terhadap sumber daya dan pendanaan, serta memiliki potensi untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Selain itu, bantuan pendanaan juga akan diberikan kepada komunitas yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan inisiatif pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan berkelanjutan.


Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, adalah pengelola WKR  yang mengakses program Dana Nusantara. Penduduk Desa Nusantara seluruhnya adalah transmigran dari pulau jawa. 


BERADAPTASI DENGAN RAWA GAMBUT

Pada tahun 1981 sekitar 700 keluarga yang berasal dari Kediri, Madiun, Tulungagung, Nganjuk, dan Mojokerto, Pandeglang dan Subang ditempatkan di jalur 27 Ogan Komering Ilir sebagai transmigran. Sebagai transmigran 700 keluarga tersebut hanya disediakan rumah panggung dan lahan usaha pertanian seluas 2 hektar.


Saat itu jalur 27 masih berupa hamparan rawa gambut, yang hanya bisa dijangkau dengan menyusuri sungai menggunakan perahu motor sederhana selama 3 jam dari Palembang. 


Di pemukiman baru tersebut belum ada jalan, listrik. Layanan kesehatan dan fasilitas layanan publik lainnya. Untuk memperoleh air minum setiap keluarga diberikan drum untuk menampung air hujan. Sementara untuk mengelola lahan pertanian mereka disediakan peralatan sederhana berupa parang dan arit.


Bentang rawa gambut yang ditumbuhi belukar yang dikelilingi hutan berbeda jauh dengan bentang alam di pulau jawa. Hal itu membuat para transmigran hanya bisa mengolah lahan dengan menanam sukun, singkong dan jagung. Namun monyet, babi dan gajah yang habitatnya tidak jauh dari pemukiman dan kebun warga seringkali lebih rajin mengunjungi kebun sehingga tanaman yang diusahakan tak selalu bisa dipanen.


Belum selesai urusan membenahi kebun dan kerja bakti membangun jalan. Wabah kolera menyerang. Tidak tersedianya fasilitas layanan kesehatan memaksa para transmigran menangani sendiri warga yang mengalami muntah muntah dan terus buang air. 


Karena penanganan yang dilakukan berupa pemberian ramuan dari daun tertentu dan mengurangi makan minum tidak berubah kesembuhan, bahkan menyebabkan korban jiwa mulai berjatuhan, diputuskan untuk membawa setiap orang sakit ke puskesmas terdekat. 


Namun untuk menjangkau puskesmas terdekat juga bukan perkara mudah. Orang yang sedang sakit harus digotong sejauh 2 kilometer ke dermaga. Dari dermaga harus menunggu perahu yang akan mengantar ke puskesmas. Kenyataannya tak satupun pasien kolera yang berhasil mencapai puskesmas, semuanya meninggal dalam perjalanan.


Wabah kolera berlangsung selama 3 bulan. Korban meninggal berjatuhan setiap hari. Bahkan pernah terjadi ada 5 orang meninggal dunia dalam sehari. Wabah berakhir pada saat ada helikopter datang dari Jakarta. Mereka memberikan penyuluhan untuk hidup bersih dan membagi oralit.


MENUJU DESA EKOLOGIS


Setelah wabah kolera berlalu, kerja bakti membangun jalan dan upaya memperbaiki lahan pertanian kembali dilakukan. Pada tahun 1982 ada keluarga yang sudah berhasil panen padi. Namun tahun selanjutnya 1983, 1984, 1985 tak satupun warga yang berhasil panen padi. Saat itu kebutuhan pangan sepenuhnya ditanggung pemerintah. Akhir 1980-an di tengah serangan hama, panen padi mulai ada yang berhasil lagi.


Karena serangan babi dan monyet terus menerus mengganggu warga memutuskan untuk membongkar sarangnya dan menjadikan lahan pertanian. Pada tahun 1995, lahan sawah yang sebelumnya adalah sarang hama berhasil dicetak.


Tahun itu panen padi di atas sawah yang baru dilakukan, sayangnya setelah itu panen kembali gagal, kali ini bukan karena gangguan monyet dan babi, tapi padi tidak berubah. 


Pada tahun 2005 PT. Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) mendapat izin prinsip dari Bupati OKI, NO: 460/1998/BPN/26-27/2005, untuk menggarap lahan seluas 42 ribu ha, yang terletak di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan, termasuk Desa Nusantara.


Orang-orang perusahaan membuat camp dan membangun parit serta melakukan penyekatan agar air tidak memenuhi lahan gambut yang difungsikan menjadi sawah. Tujuannya agar perusahaan bisa mulai melakukan penanaman sawit. Keadaan tersebut membuat sawah gambut menjadi rentan terbakar.


Petani kemudian melakukan perlawanan dengan mengusir orang orang perusahaan yang ngecamp. Sekat-sekat air dibuka untuk mencegah terjadinya kebakaran pada sawah gambut. 


Menghadapi tekanan dari perusahaan pada tahun 2010 warga desa Nusantara mendirikan Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB).  Forum menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi warga, menunjuk perwakilan untuk melakukan mediasi dengan warga hingga aksi demonstrasi menolak keberadaan perusahaan.


Aksi penolakan yang terus menerus dilakukan warga memuat 3 orang ditangkap polisi pada tahun 2015. Tekanan dari perusahaan yang mendapatkan dukungan dari polisi dan pemerintah membuat warga memutuskan untuk menggalan aliansi yang lebih besar dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung menjadi kepala desa. tahun 2017 kader FNPB berhasil.


Sejak itu tekanan dari perusahaan dan pihak kepolisian jauh berkurang. Hingga memasuki masa pandemi COVID 2019, tekanan terhadap petani nyaris tidak ada lagi.


Setelah pandemi benar benar berlalu, FPNB kembali merapatkan barisan, bersiap mendesak pemerintah membatalkan izin HGU PT. SAML. Di saat bersamaan WALHI Sumatera Selatan yang mendampingi perjuangan petani Desa Nusantara sejak 2012 namun sempat vakum akibat pandemi juga kembali berlanjut.


Pada tahun 2022 FPNB direkomendasikan WALHI Sumatera Selatan mengakses Dana Nusantara untuk membiayai pemetaan partisipatif Desa Nusantara. Pemetaan dipilih sebagai metode pengambilan informasi langsung dari lapangan, khususnya yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat fisik, sejalan dengan itu pemetaan juga bisa mencakup aspek-aspek sosial, budaya, dan ekonomi.


Masyarakat yang hidup dan bekerja di wilayahnya memiliki pengetahuan yang baik mengenai penggunaan lahan, jenis tumbuhan, siklus tanam dan panen sampai kecenderungan iklim dan musim yang berubah. 


Pemetaan partisipatif yang dijalankan merupakan satu bagian dari Sustainable Land Use Planning (SLUP), sebuah metode untuk menyusun tata guna lahan berkelanjutan secara partisipatif. Rangkaian kegiatan pemetaan partisipatif melahirkan kesadaran bahwa untuk memastikan lahan pangan bisa bisa dikelola secara berkelanjutan jika ekosistem yang mendukung bisa dijaga keseimbangannya.


Artinya mempertahankan lahan pertanian dari okupasi perkebunan sawit harus disertai dengan penguatan kapasitas dalam pengelolaan lahan berkelanjutan. 


Sejauh ini hasil yang diperoleh penerapan metode SLUP antara lain menguatnya visi  jenis pengelolaan lahan berkelanjutan, teridentifikasinya tanaman prioritas yang akan dikembangkan dan peta rencana penggunaan lahan berkelanjutan.


Melalui SLUP FNPB yang memiliki anggota sekitar 700 keluarga berkomitmen untuk menjadikan desa nusantara menjadi desa ekologis. Desa yang memiliki kemampuan menopang keberlanjutan daya dukung lingkungannya  sebagai sumber pangan warga.


Belajar dari Desa Nusantara, bisa dilihat implementasi program Dana Nusantara dapat memberikan berbagai hal baik bagi masyarakat dan lingkungan hidup di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah:


  1. Mendorong kemandirian komunitas lokal

Dana Nusantara berkontribusi mendorong kemandirian komunitas lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Dengan bantuan pendanaan dan pelatihan, komunitas dapat mengembangkan inisiatif pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan hidup di wilayah kelolanya masing-masing.


  1. Meningkatkan partisipasi komunitas lokal dalam pengelolaan sumber daya alam 

Dana Nusantara dapat membantu meningkatkan partisipasi komunitas dalam pengelolaan sumber daya alam. Dengan melibatkan langsung komunitas dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, komunitas merasa memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam menjaga lingkungan hidup.


  1. Membangun kesadaran komunitas lokal terhadap isu lingkungan hidup 

Dengan memberikan dukungan pada model pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, komunitas menjadi paham pentingnya menjaga lingkungan hidup bagi keberlangsungan hidup manusia. Lebih jauh komunitas akan belajar bagaimana merencanakan dan mengimplementasikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, apa dampaknya bagi kehidupan mereka dan apa dampaknya terhadap bentang alam yang dikelolanya, dari hulu hingga ke hilir.


  1. Berkontribusi pada keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam 

Luas wilayah Kelola Rakyat yang sedang diadvokasi WALHI telah mencapai angka 1.161.338. Alokasi Dana Nusantara pada komunitas-komunitas pengelola WKR anak memberikan dampak berantai pada seluruh WKR yang tentu akan berkontribusi pada keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Dengan dukungan pada inisiatif pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, program ini dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup.


  1. Meningkatkan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak 

Implementasi program Dana Nusantara dapat membantu meningkatkan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak, seperti masyarakat, pemerintah, dan organisasi-organisasi lain yang peduli terhadap lingkungan hidup. Dengan melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, program ini dapat menciptakan sinergi dan kolaborasi dalam menjaga lingkungan hidup.


Pada prinsipnya, WALHI bekerja memastikan Dana Nusantara berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan komunitas. Hal itu dilakukan dengan memperjuangkan pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat berada di tangan komunitas, mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan keterlibatan komunitas dalam pengelolaan sumber daya alam.


Hal tersebut diyakini akan membantu meningkatkan pendapatan komunitas lokal  dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Pada akhirnya komunitas lokal yang menjadi subjek dana nusantara akan menjadi bagian dari solusi permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia, seperti perubahan iklim, kerusakan hutan, dan degradasi lingkungan hidup. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar