Rabu, 10 April 2013

# FICTION # POEMS

Mengukir Pelangi di Awan Hitam


Pemenang Event Lomba Cerpen dalam Buku Antologi Buku "Langit Februari"

Oleh: Rezita Agnesia Siregar
Sore semakin larut diiringi gerimis yang menggelitik. Hera, gadis manis yang selalu mengenakan kerudung terlihat menggigil di tepian halte menunggu kekasihnya, Himada. Baginya menunggu bukanlah hal yang membosankan bila diselingi dengan hobi yang selalu ia lakukan setiap kali ada waktu luang, membaca. Novel bertema percintaan pemberian Himada selalu digenggamnya beberapa hari ini, rinai gerimis membawanya larut pada suasana dalam novel yang ia baca hingga kedatangan Himada yang sudah tiba dihadapannya pun tak disadarinya.
Hubungan Hera dan Himada bukanlah semata-mata peristiwa percintaan layaknya peristiwa dalam novel-novel percintaan kebanyakan. Tiga tahun, sejak akhir semester di SMA mereka telah menetapkan untuk menjalin hubungan serius. Bukan hanya Himada, Hera pun sangat mencintai Himada.
"Sayang besok aku mau pergi reunian bareng teman-teman SMP ku" kata Hera pada Himada dalam perjalanan mengendarai sepeda motor.
"Aku ikut ya sayang?"
"Jangan dong, ini kan acaraku"
"Loh kenapa? Tanya HImada heran
"Kamu selalu saja ingin membuntutiku Kemanapun aku pergi, aku lelah begini terus. Aku juga ingin bisa bersama-sama dengan teman lamaku tanpa ada kamu yang mengawasi aku!". Tegas hera.
"Itu karena aku sayang kamu hera" kata himada membentak.
"Turunkan aku di sini!" desak hera.
"Tidak! Aku akan antar kamu sampai rumah"
"Kalau tidak aku akan loncat". Mendengar desakan hera, himada menghentikan laju motornya, lalu ia turun dari motornya dan menatap hera dengan mata tajamnya.
"Kapan sih kamu bisa sadar, kalau aku sayang sama kamu, aku mau jagain kamu, aku gak mau ada satu orang pun yang nyakitin kamu, ngerti gak sih!" bentak himada.
"Aku gak perduli, kalo kamu sayang sama aku, gak gini caranya, kamu gak harus ngekang aku begini, kemana-mana aku harus pergi sama kamu, aku terkekang him" Hera membentak balik. Seketika Himada melayangkan tangan kanannya dan mendarat di pipi kanan hera dengan keras, hera pun terdiam dan air matanya pun mengalir. Himada terkejut ketika tersadar ia telah menampar kekasih yang paling ia sayangi itu.
"Sayang maafin aku, aku khilaf" Himada memohon dengan penuh penyesalan, namun Hera tak menghiraukan Himada, Hera lalu berlari meninggalkan Himada dan ia pun menyetop angkutan umum untuk pulang. Dari kejauhan Himada terlihat membuntuti laju angkutan yang dinaiki Hera. Di dalam angkutan hera menangis tersedu-sedu karena menyadari ternyata Himada adalah lelaki yang tempramental.
Setibanya di depan rumah Hera, Himada hanya bisa menatap Hera dari balik pagar rumah Hera, sebab Himada menyadari bahwa hati Hera pasti tengah kacau, dan Himada akan kembali meminta maaf bila suasana sudah membaik.
Ini pertama kalinya Hera pergi tanpa himada, selama pacaran. tiga tahun dengan himada, Hera selalu di temani Himada kemanapun ia pergi. Kali ini hera merasa sedikit kebebasan. Setibanya Hera di sebuah kafe tempat reunian yang di tentukan oleh teman-temannya, Hera disambut manis oleh sesosok pria tinggi dan putih dengan rambut terkesan rapi, berpakaian kemeja cokelat yang tersenyum manis pada Hera, tentu saja sosok pria itu tak asing lagi bagi Hera.
"Hai her, apa kabar?" sambut pria itu seraya menjulurkan tangannya pada Hera. Hera pun tercengang, lalu ia menyambut tangan pria itu.
"Yuga!" kata hera lirih.
"Iya Hera, terimakasih ya kamu masih ingat sama aku" Hera melepas tangannya.
"Kamu jahat yu, kamu tinggalin aku tanpa kabar, kamu gak tahu gimana aku disini, kamu kemana saja sih?"
"Iya aku tau aku salah, tapi ini bukan kehendakku Hera, aku terpaksa ikut papaku ke Bandung waktu kita SMP dulu, aku mau pamit padamu, tapi aku tau kalau kamu gadis yang cengeng, aku enggak tega bila harus melihatmu Menangis, kamu baik-baik saja kan Her di Medan?"
"Apa! Kamu bilang kamu engak tega lihat aku nangis, justru karena kamu gak ngabarin aku, aku meraung-raung setiap malam, enggak ada satu orang pun yang tau keberadaanmu Yu!" Hera pun mulai menangis lirih. Seketika Yuga kembali meraih tangan Hera.
"Selama aku di Bandung aku selalu memikirkan kamu Hera, aku sengaja mengganti nama profil facebook-ku agar aku bisa berteman denganmu dan melihat keseharianmu Hera, sekarang kamu tambah cantik ya! Kamu terlihat anggun dengan kerudungmu." jelas Yuga meyakinkan hera.
"Yasudahlah!" jawab hera.
"Hera kamu tahu gak, reunian ini Yuga loh yang mengaturnya, katanya supaya bisa ketemu kamu!" sambung salah satu teman SMP ku.
"Pengecut kamu!" kata Hera pada Himada.
"Iya, aku tau, tapi itu semua karena aku tau kamu pasti marah sama aku, kamu pasti gak akan mau ketemu aku, iya kan?"
"Kamu terlalu cepat memvonis keadaan". Reunian ini serasa hanya untuk Yuga dan Hera, teman-teman yang lain hanya bisa tersenyum melihat perdebatan dua sejoli yang telah lama terpisahkan.
Himada tak kuasa menahan bendungan air matanya melihat sebaris kalimat terpampang di beranda facebook-nya.
'Hera Pranata berpacaran dengan Yuga Aditya'. Himada mulai berfikir untuk menjauh dari kehidupan Hera, Himada merasa mungkin kesalahannya sudah terlalu besar bagi Hera.
Sedari pagi tak ada satu pesan masuk pun dari Yuga di handphone Hera. Sms tidakdibalas, telfon Hera pun tidak diangkat. Hera mulai khawatir, sore itu juga Hera menghubungi telfon rumah Yuga.
"Yuga sedang di rawat di rumah sakit Tiara Kasih karena sakit jantung!" jawab seorang wanita di dalam telfon. Mendengar pernyataan itu Hera tercengang sejenak, bersama air mata di pipinya ia berlari menuju teras lalu diraihnya sepeda motor yang parkir di teras rumahnya, Hera pun berlalu kencang menuju rumah sakit.
Dari balik kaca, hera menatapi Yuga yang tengah terkulai lemah di atas tempat tidur. Sekilas Hera mendengar pembicaraan dokter dengan orangtua Yuga yang mengusulkan untuk mencari pendonor jantung untuk Yuga. Lagi-lagi bulir air mata Hera pecah menggenangi pipinya. Hera hanya bisa termenung di ruang tunggu berharap ada keajaiban untuk Yuga, cinta pertama Hera
Malam semakin larut, dokter dan para susternya terlihat membawa Yuga ke ruangan lain.
"Dok, Yuga mau dibawa kemana?" tanyaku panik.
"Yuga akan segera di operasi" jawab dokter
"Alhamdulillah, terima kasih atas keajaibanmu ya Allah, Engkau telah memberikan pendonor jantung untuk Yuga" Kata Hera lirih. 
Seketika itu Hera berlalu ke Mushola yang ada di dalam rumah sakit untuk mendoakan Yuga agar operasi ini berhasil. Setelah beberapa jam tenggelam dalam kekalutan serta bersimbah air mata di sajadah yang Hera duduki, ia mendengar bahwa operasi jantung Yuga berjalan lancar. Hera tersenyum haru melihat Yuga yang belum siuman, Hera tak hentinya bersyukur kepada Allah karena telah menciptakan manusia luar biasa yang mau mendonorkan jantungnya untuk Yuga. Malam itu juga Hera pun pulang untuk istirahat berharap esok Yuga telah sadar
Pagi-pagi sekali Hera bergegas pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Yuga. Sebelum Hera melaju bersama sepeda motornya, ia mendapati sepucuk surat di dalam kotak surat di depan rumahnya, perlahan Hera membuka dan membaca surat itu.
Hera, aku tahu kamu sangat membenciku, aku bisa terima itu. Maafkan kesalahanku Hera, agar aku damai di tempatku yang baru. Demi melihat senyummu, aku rela kehilangan detak jantungku. Bagiku memilikimu bagai mengukir pelangi di awan hitam. Ingat Hera, aku masih ada, aku masih berdetak, mesti bukan di ragaku. Jaga yuga baik-baik ya Hera sayang. I love her.
Hera terdiam lalu mencium kalimat “I Love Her” yang tertulis dengan darah. Berhujankan air mata, Hera melaju bersama sepeda motornya untuk menemui Yuga. Sepanjang perjalanan Hera tak henti memanggil nama Himada. Berharap waktu kan membawa Himada nya kembali.
Setibanya di ruangan tempat Yuga dirawat, Hera tak kuasa menahan tangisnya memeluk yuga.
"Sayang, sudah dong, aku sudah sehat sekarang, jangan menangis ya!" kata yuga lirih.
Perlahan Hera menyentuh dada Yuga tepat di mana ada Himada di sana. 'Himada, aku janji. Aku akan menjagamu, sampai jantungku tak berdetak lagi, aku memaafkanmu, damailah disana. I Love Him' batin Hera menjerit mengingat Himada. Hera masih terus menangis tak kuasa menahan penyesalannya meninggalkan Himada kemarin. Hera mulai sadar, karena telah menyia-yiakan orang yang sangat mencintainya yang rela mengorbankan jantungnya untuk Yuga demi kebahagiaan dirinya, Hera juga sangat meneysal karena tidak memberikan kesempatan untuk Himada berbenah diri, namun di sisi lain Hera juga masih sangat mencintai Yuga, cinta pertamanya. Himada tak terlihat lagi oleh kasat mata oleh Hera, namun dengan keberadaan Himada dalam diri Yuga membuat Hera semakin kuat untuk menjaga cinta Himada. Hera pun kembali tenggelam dalam pelukan Yuga, meresapi kehadiran Himada bersamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar