Rabu, 10 April 2013

Karena Aku Wanita

Entah apa yang membawa jemariku untuk menulis sebaris kata yang tak layaknya kulayangkan lagi padamu, padamu yang mungkin sudah benar-benar menghapusku dari dinding hatimu, sebaris kata yang mengudara lewat ponselku, sebaris kata berharap kau bermimpi indah di malam yang sangat aku sangsikan, aku sangat lengah, tak mampu lagi menjalani hari, sejak peristiwa tragis itu, bagaimana mungkin aku mengatakannya kembali, aku juga tidak tahu harus berkata apa, jelasnya aku tidak bisa untuk tidak menyapamu.
Tahukah? Pesan kosong darimu pun sangat membuatku bersemangat setiap hari, pun jika kau mengirim hanya symbol senyum, kurasa hatiku tengah bermekaran, siapa yang gila? Aku atau hatiku? Aku terlalu larut dalam kebodohanku, terlalu menaruh secarik benda bernama cinta di rumah hatimu, yang mungkin kini telah kau kunci, hingga aku begitu terlihat mengemis berada di beranda depan rumah hatimu.
Aku tidak akan mengungkit lagi, apa yang harus aku ungkit? Sebab kau pun tak pernah berjanji. Apa yang hendak aku harapkan sedang kau pun tak lagi memberi harapan. Aku wanita, kau pasti tahu itu, di sampingku, wanita lain mencibiriku untuk mencari penggantimu, apa yang harus aku katakan lagi pada mereka? Bahwa kenyataannya aku tak memiliki daya lagi untuk menaruh hati pada yang lain, semua telah habis, habis kau hisap.
Banyak hal yang ingin aku katakan, tapi aku tak punya daya, aku hanya bisa mengatakan lewat aksara yang entah apa artinya, lewat aksara yang mungkin sama sekali tak kau lirik. Aku yakin kau pasti ingat, tentang cinta yang kita tanam, haruskah aku menuainya sendiri? Menuai cinta yang entah berasa apa, menuai cinta yang aku pun tak tahu ini milik siapa?
Hey, kau kenapa? Sebenarnya apa? Apa yang membuatmu begini? Haruskah aku mengatakan “aku masih mencintaimu, aku ingin kita kembali merajut…?” merajut apa? Tapi harus dengan apalagi kita merajutnya, sedang benangmu telah kau letak entah dimana.
Aku tahu, kau pasti tahu dengan tulisan yang aku udarakan setiap hari, tapi kau tak hirau, kau anggap angin lalu, baiklah, biarkan aku memendamnya, dan jangan larang aku untuk tidak mengudarakan aksaraku pada dirimu, dan tolong jangan patahkan sinyal yang merupakan satu-satunya cara untukku mengetahui harimu. Karena aku wanita.
 
Medan, 28 Desember 2012
20.16 Wib
*Still

Tidak ada komentar:

Posting Komentar