Kamis, 16 Mei 2013

Daun Baru yang Kau Miliki

Kepakan ranting menggores lenganku, perih. Sudah kulupakan, hampir. Entah, sejauh mana aku mampu menepi, menepi mengobati sayatan ranting yang kering, mencari dahan untukku bersandar pun enggan, masih sangat perih kurasa. Aku terhempas, terserak entah kemana arah, tersapu angin mendayu-dayu. Aku hilang arah.
Aku tidak punya daya untuk menuju arah yang menyengatku, hanya mampu berharap penuh pada desau angin yang berbaik hati meniti langkahku. Aku daun yang kering, yang jatuh tersapu angin, terusir induk pepohonan yang gersang. Biarkan aku di sini, jangan adopsi aku lagi, aku menyerah.
Aku hanya punya seulas pandangan dan sehelai senyum yang tak indah lagi, namun aku punya imaji yang tidak akan pernah mati. Radarku selalu mengarah ke arahmu, duhai pohon berhati gersang. Aku tidak pernah pergi, aku selalu di sini, tempat di mana kau menjatuhkanku di bawah dahanmu, meski sedikit tergeser tertiup angin. Aku, dengan segenap kelihaianku, memperhatikanmu.
Hingga, angin benar-benar marah padaku, mendepakku jauh dari pandanganku memperhatikanmu. Aku tidak marah pada angin yang telah merusak diamku untuk menjagamu, biarlah. Aku bisa merasakanmu lewat desauan angin yang berhembus hingga pelupuk mataku. Sungguh, aku merasakan itu.
Jarak itu, benar-benar membunuhku. Ketika angin mengabarkan padaku bahwa  kau telah mengadopsi daun baru. Aku tidak terluka, hanya tersayat seperti kemarin ketika aku tersayat ranting, setidaknya aku masih punya angin yang bisa mengombang-ambingkan aku, pergi kemana arah ‘kan melaju, hingga aku tak lagi bernamakan daun. Bunga.
Medan, 29 April 2013
02.30 WIB
Masih, di Pelataran Hati yang Terkikis.

2 komentar: