Selasa, 01 Januari 2019

Jelajah Danau Lau Kawar, Menelisik Misteri dibalik Keindahannya


Alamat Danau Lau Kawar

Danau Lau Kawar terletak di bawah kaki Gunung Sinabung, tepatnya di Desa Sigarang-Garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Danau ini menyimpan banyak misteri, untuk mengungkap misteri yang kian menimbun tanda tanya, aku dan kelima temanku melakukan perjalanan dengan menelusuri danau eksotik ini.

Akses Menuju Danau Lau Kawar

Aku dan kelima temanku berpelesir dari Medan ke Danau Lau Kawar menggunakan sepeda motor, jarak tempuh empat jam, kami berangkat pukul 09.15 WIB. Nah, untuk yang tinggal di luar Medan, bisa langsung melancong ke Medan dengan pesan tiket pesawat lion air, mumpung lagi banyak promo loh.

Di Pegipegi, cari tiket pesawat Lion Air sangat mudah. Sudah dilengkapi rating maskapai, bagasi, kabin dan waktu check-in. Kita hanya perlu memasukkan nama kota asal dan kota tujuan, waktu pergi dan pulang dan untuk tiket berapa orang. Untuk yang punya anak juga sudah bisa dipesan dari fitur pencarian.

Btw, aku tuh kalau keluar kota sukanya naik pesawat lion air, nah aku pesan tiket pesawat lewat Pegipegi. Kemarin aku ke Jakarta naik lion air, waktu itu mumpung ada promo di Pegipegi dan alhamdulillah aman terkendali.

Setibanya di Bandara International Kualanamu Medan, langsung naik taxi menuju Simpang Pos dengan tarif sesuai ketentuan. Lalu setiba di Simpang Pos sambung lagi menaiki Bus Sinabung, kemudian turun di Simpang Berastagi dengan ongkos Rp. 12.000/orang, dari simpang Berastagi naik angkutan lagi menuju pintu masuk Lau Kawar. Di simpang Berastagi banyak kok angkutan yang menunggu. Bisa langsung minta antarkan, itu pun kalau angkutannya sudah penuh sebanyak 16 orang, istilah lainnya “Nyari Temen” Ongkosnya Rp. 4000/orang. Nah jika orangnya sedikit, ya bisa kompromikan deh harganya sama pak supir.


Harga Tiket Masuk dan Logistik

Pukul 12.30 WIB kami di musholah yang tak jauh dari Danau Lau Kawar untuk melakukan sholat zuhur dan membeli makan siang di seputaran masjid tersebut. Harga nasi perbungkusnya Rp 15.000,- bagi muslim tak perlu khawatir, rumah makan di sekitaran Lau Kawar mayoritas beragama muslim.

Tepat pukul 15.00 WIB sampailah kami di bibir pintu masuk Danau Lau Kawar. Lalu membayar dana perawatan danau Rp 4.000,- perorang serta biaya parkir Rp 5.000,- perkendaraan. Kami langsung terkesima seketika melihat keindahan Danau Lau Kawar, sisi Danau Lau Kawar di pagari besi sederhana, agaknya menangantisipasi pengunjung yang bisa saja berenang tanpa alat bantu. Di sisi kiri Danau Lau Kawar, terlihat jelas Gunung Sinabung tepat di depan mata, awannya yang mengepul menambah indahnya gunung favorit pecinta alam ini. 


Asal Mula Terbentuknya Danau Lau Kawar

Pada awalnya Danau Lau Kawar adalah sebuah pedesaan bernama Kawar. Menurut cerita Rahman, selaku warga desa sekitar yang sudah menetap sejak lama, dahulu ada seorang anak yang disuruh ibunya untuk mengantarkan nasi kepada neneknya yang sedang sakit, namun di tengah perjalanan, nasi dengan daging ayam di dalamnya dimakan oleh si anak tersebut dan tinggallah tulangnya saja. Lalu dibungkusnya ulang dan anak itu kembali berjalan menuju rumah neneknya yang juga sedang menunggu kedatangan anak tersebut.

Sesampainya anak itu, nenek membuka bungkusan nasi tersebut ternyata isinya hanya tinggal tulang dan tak ada sisa untuk disantap, Sang nenek pun marah. Dengan kemarahannya, nenek tersebut menangis sejadi-jadinya sembari bersumpah bahwa desa tersebut akan tenggelam karena kedurhakaan cucunya tersebut. Kemudian datanglah bencana alam gempa lalu hujan yang lebat hingga akhrinya tenggelamlah desa tersebut menjadi sebuah danau, warga tersebut menyebutnya dengan nama Danau Lau Kawar.


Air Memerah, Nyawa Melayang

Beredar mitos yang mengabarkan bahwa jika mandi di Danau Lau Kawar saat airnya berwarna merah maka yang mandi tersebut akan hilang. Berdasarkan kesaksian Rahman, mitos tersebut bukanlah isapan jempol belaka, karena peristiwa tersebut memang pernah terjadi sekitar sepuluh tahun silam. Kabarnya Danau Lau Kawar yang memiliki kedalaman 40-50 meter tersebut meminta tumbal anak laki-laki dalam jangka waktu setahun sekali.

Sebab danau ini meminta tumbal dikarenakan dahulu ada sebuah keluarga kecil yang tidak memiliki keturunan, keluarga ini melakukan pesugihan pada penghuni Danau Lau Kawar. Imbalannya Keluarga tersebut harus memberikan tumbal jika anaknya sudah lahir. Namun, saat keluarga tersebut lupa untuk memberikan tumbal, akhirnya penghuni Danau Lau Kawar tersebut mengambil anak mereka sebagai tumbal dan mengambil siapapun yang berenang saat air berwarna merah.

Itulah sebabnya kenapa Danau Lau Kawar meminta tumbal. Kabar baik untuk pecinta Danau Lau Kawar bahwa warna air sudah tidak pernah berubah memerah, dan sudah tidak pernah lagi terjadi warga hilang karena termakan lengkungan danau. Kabar baik tersebut semakin menambah daftar positif Danau Lau Kawar.

Akomodasi di Danau Lau Kawar

Di tepian Danau Lau Kawar para wisatawan bisa mendirikan tenda dan bermalam, keesokan harinya bisa meikmati sunrise dari Ujung Danau Lau Kawar. Selain itu, di Danau Lau Kawar menyediakan fasilitas Speed Boat kecil dengan tarif Rp. 100.000/kapal kapasitas sepuluh orang, dengan begitu kita sudah bisa menyusuri Danau Lau Kawar yang begitu eksotiknya. Dan di sini juga disediakan kamar mandi umum, dilengkapi juga dengan adanya warung-warung kecil yang tentunya akan sangat membantu bila kita kehabisan logistik.



Setelah tanda tanya besar tentang misteri Danau Lau Kawar terjawab sudah oleh penduduk asli di sana, kami bergegas pulang. Usai sudah menelaah pertanyaan besar tentang misteri satu tempat wisata ber-genre danau dan featuring pegunungan.

Indonesia tidak akan ada habisnya untuk dinikmati, aku masih ingin mengeksplore keindahan Indonesia. Jika Allah memberikan kesempatan aku ingin berwisata bahari ke pantai. Menikmati pasir putih dan air laut yang biru.

Foto: Dokumentasi Pribadi

3 komentar:

  1. Semoga kondisi gunung sinabung cepat pulih. Biar bisa singgah kesini lagi. aamiinnn...

    BalasHapus
  2. Ya ampun, background danaunya bagus banget.

    BalasHapus
  3. Dulu pas masih kuliah bbrp kali kesini, tp blm ada tenda2 dan speedboat, hmm jadi pengen kesana lagi.. ��

    BalasHapus