2013
Masehi, 1434 H. Ini tahun pertama aku memberanikan diri menjadi musafir yang
hijrah untuk seutas berkah dan ridho dari Illahi. Setelah tahun lalu aku tak
mendapat izin dari mamaku untuk tidur di rumah orang, dengan alasan yang sangat
klasik sekali, yang sejujurnya malu untuk aku ungkapkan jika teman-temanku
menanyakan alasanku untuk tidak ikut Safari Ramadhan tahun lalu. “Tidur di
rumah orang itu bahaya loh Nak, ntar pasti banyak nyamuk. Apalagi Nesya kan
punya alergi kulit, kalau di desa gitu pasti mandinya di sungai ‘kan.” Dan blablabla..
karena memang kebetulan tahun lalu aku lagi sakit, jadi tidak diizinkan untuk
ikut. Begitulah seorang ibu, ada saja alasan untuk melindungi buah hatinya,
meski sang anak sudah hampir kepala dua.
Tahun
ini aku berangkat bersama rombongan para jurnalis kampus dari Lembaga Pers
Mahasiswa Dinamika IAIN Sumatera Utara. Karena masih bernaung di bawah atap
organisasiku inilah, aku mendapat izin dari mamaku. Awalnya banyak dari kru
pers yang berminat untuk ikut, bahkan hampir 50 kru, namun dengan berbagai
alasan, banyak yang berguguran, kemauanku hampir ciut, namun kuperbaiki
lagi niatku untuk ikut safari ramadhan yang merupakan program kerja Ad-Dakwah
Sumut ini, aku niat karena Allah ta’ala, bukan karena ikut-ikutan, atau karena
sekedar cari pengalaman. Apalagi mendengar pernyataan Pemimpin Umum Lembaga
Pers Mahasiswa Dinamika IAIN Sumatera Utara yang sudah terlebih dahulu terjun
menjadi tim safari ramadhan tetap di Ad-Dakwah yaitu Siti Nur Jannah Tbn, bahwa
banyak di daerah terpencil yang membutuhkan ilmu kita, bahkan mereka banyak
yang belum mengenal Rasulullah SAW, miris sekali. Bukan hanya diikuti oleh
mahasiswa IAIN SU khususnya organisasiku, namun juga diikuti oleh mahasiswa
dari berbagai fakultas di IAIN SU, UMSU dan juga UISU.
Angkutan Umum yang dicharter menuju Pancur Batu |
Keberangkatan
dimulai pada hari senin, 15 Juli 2013, pukul 15.00 WIB titik kumpul di depan
Aula IAIN SU. keberangkatan ini menaiki angkutan umum yang telah di charter terlebih
dulu. Dengan suasana yang sangat terik, membuat para dai dan dai’ah
kelelahan di dalam angkutan umum, termasuk aku. Sebenarnya aku belum pantas di
sebut dai’ah, namun kebanyakan tokoh-tokoh di desa memanggil kami begitu, namun
baiknya aku memanggilnya tim safari saja, soalnya aku merasa belum pantas disebut
dai’ah.
Seluruh
mahasiswa berjumlah hampir 20 mahasiswa, dan ada Sembilan desa yang akan
menjadi titik dakwah para tim safari, setelah tim safari dibagikan, aku
mendapat tim pertama di Desa Baru bersama Mentari Maya Angela Br Gultom yang
merupakan teman sekelasku. Sebelum para tim safari di sebar ke desa mereka
masing-masing, kami menghadiri undangan buka bersama di Masjid Jami’ Pancur Batu Kota.
Singgah di Masjid Jami' Pancur Batu sebelum Tim Safari nyebar di Desa masing-masing |
Dengan
menempuh perjalanan dua jam lebih, aku dan tim safari ramadhan lainnya rehat
sejenak sembari menunaikan sholat ashar di masjid tersebut, setelah itu
menyiapkan menu berbuka puasa bersama dengan para tokoh masyarakat setempat.
Buka Bersama di Masjid Jami' Pancur Batu |
Usai
berbuka puasa bersama, para tuan rumah di masing-masing desa menjemput para tim
safari ramadhan, namun tuan rumah di desa yang akan kami singgahi tak kunjung
datang, awalnya aku dan Mentari di tempatkan di desa baru, namun desa tersebut
ternyata tidak membutuhkan wanita, karena desa mereka sangat membutuhkan imam
masjid dan juga beberapa dai laki-laki. Yah, apa boleh buat, akhirnya aku dan
mentari di tempatkan di desa Sukadame, di mana si Ramadhani menetap sendirian
di sana, alhasil kami menjadi satu tim di desa Sukadame.
Aku dan Mentari mengikuti sholat
isya dan tarawih di masjid Jami’ dan tentunya mendengarkan ceramah dari Ustadz
yang jauh-jauh diundang dari Medan, inti dari ceramah yang disampaikan ustad
tersebut bahwa “jika kita ingin bahagia di akhirat, maka kita harus bahagia
juga di dunia.” Statement ini mendatangkan kontrofersi, namun setelah mendengar
wejangan dari kak Faiz bahwa kita memang harus bahagia terlebih dahulu di dunia,
karena bagaimana bisa kita menjalankan ibada sholat jika kita tidak memiliki
mukenah, bagaimana kita bisa membayar zakat jika kita tidak memiliki uang,
sedangkan rasul mengatakan bahwa tangan di atas itu lebih baik daripada tangan
di bawah. Dan berbagai hal lainnya. Dan semua kebahagiaan itu harus kita
lakukan dengan usaha dan doa.
Mendengarkan Cerama sebelum sholat Tarawih |
Karena tidak mungkin untuk menempuh
Sukadame pada malam hari, aku dan Mentari bermalam di masjid Nur Syakirin yang
tak jauh dari masjid Jami’, di mana ada tim kak Nurul Habibah di sana, juga
bersama tim pemantau semua desa yaitu kak Jannah dan kak Faiz.
Sahur Bersama Tim Pemantau Safari Ramadhan di Masjid Nur Syakirin |
Setelah
pulas tidur di atas karpet masjid Nur Syakirin, kami menjalankan ibadah sahur
dengan bekal yang dibawakan oleh tokoh di desa tersebut, (lupa namanya) yang
juga merupakan Pembina di Ad-Dakwah Sumut. Setelah shubuh, kami melakukan
tadarus bersama, untuk saling memperbaiki bacaan dan meraup pahala yang Allah
janjikan berlipat-lipat.
Tadarus Bersama lepas Shubuh |
Bersambung….>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar