Berbicara
soal cinta pertama, semua muda-mudi pasti akan flashback ke masa lalu,
tentang rasa-rasa yang pertama kali menggebu-gebu, tentang pertama kali hati
tak kuasa berhenti bergetar, tentang senyum yang tak kuasa berhenti kala beradu
tatap di depan cermin. Ah, cinta pertama itu memang indah sekali, seperti aku
yang juga punya cinta pertama, kurasa wajar saja jikalau setiap insan punya
cinta, namun permasalahannya ada yang bisa menahan dan ada yang tidak bisa
menahan untuk mengungkapkannya.
Kali
pertama rasa gila itu menyengatku, ketika darahku mengalir seerr seperti
terjebak di lingkarang Roller Coaster,
kala usiaku masih 14 tahun, yang tengah duduk di kelas tiga SMP, ibuku bilang
itu hanya “Cinta monyet yang labil” tapi rasa inilah yang tak mampu aku tepis,
rasa yang juga entah sebab apa aku mampu menjatuhkan hati pada pria bercelana
abu-abu itu.
Kalau
boleh kusebut, pria itu hanya seorang devil yang telah berani nyinggah
di ruang merah mudaku, hanya dengan sekali tatap yang tajam, sesekali membuatku
ilfeel, namun tatapan itu membuatku
rindu, saban hari serasa ada yang hilang jika tak menatap matanya. Begitulah,
bagaimanapun bentuknya, devil itu tetaplah jahat, namun tetap bisa
memikat.
Tapi
aku tidak paham makna cinta pertama yang sebenarnya itu seperti apa, devil
itu mampu membuatku jatuh hati pertama kali dan sekarang masa-masa itu sudah
hilang dan tak berasa istimewa lagi, tidak seperti degup di dalam lingkarang Roller
Coaster dulu. Itukah cinta pertama? Dan yang masih berdegup hanya cintaku
pada yang menciptakanku, itu pun mungkin karena rasa syukurku pada-Nya, itu
juga kurasakan kali pertama sejak aku mengenal tuhan, hingga sekarang. Apakah
itu juga cinta pertama? Tidak bisa dipastikan bukan? Maka dari itulah aku
mengatakan cinta pertama itu relatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar