Selasa, 09 Agustus 2016

# FAMILY

Menumbuhkan Kepedulian dan Apresiasi dalam Keluarga

Menumbuhkan Kepedulian dan Apresiasi dalam Keluarga
Di era yang semakin modern ini, tidak sedikit perpecahan keluarga kita lihat di mana-mana, kekerasan dalam rumah tangga yang tak terelakkan, hingga membuat mental anak yang rentan karena sedikit sekali kepedulian dan apresiasi dari keluarganya.
Jika dilihat latar belakang perpecahan suatu keluarga, maka sebabnya tidak jauh karena komunikasi yang tidak terjalin harmonis diantara individu di dalam keluarga tersebut. Padahal sebenarnya, keluarga adalah sekolah terbaik baik bagi pribadi masing-masing manusia. Jika di dalam rumah tidak mendapat pendidikan dengan baik, bagaimana bisa berkembang dengan baik di luar rumah? Maka dari itu ada pepatah yang mengatakan bahwa Kamu adalah cerminan rumahmu.

Di dalam suatu keluarga, kepedulian dan apresiasi sangatlah penting, demi terciptanya keluarga yang rukun dan damai. Pribadi masing-masing manusia pasti berbeda-beda, maka dari itu tidak ada hubungan di dalam keluarga yang akan damai-damai saja sepanjang perjalanan membina keluarga, pasti akan ada saja konflik di dalamnya, meski hanya sekedar cekcok mulut belaka, atau hanya sekedar salah paham. Tidak ada satu manusia pun yang bisa menghindari konflik dalam keluarga, kita sebagai manusia hanya bisa meredam konflik tersebut, salah satunya dengan menumbuhkan rasa kepedulian yang tepat dan apresiasi. Bagaimana menumbuhkan kepedulian dan apresiasi tersebut?
Bagi sebagian anak, kemarahan orangtuanya dianggap sebagai kebencian yang nyata terhadap tindakan buruk yang dilakukan anaknya, padahal sebenarnya kemarahan orangtua adalah rasa kepedulian yang sesungguhnya, justru jika ada orangtua yang diam saja ketika anaknya melakukan perbuatan buruk, bisa dipastikan bahwa orangtua tersebut benar-benar tidak perduli dengan perkembangan kepribadian anaknya.
Meski sebenarnya kita ketahui bahwa tidak ada satu orangtua pun di dunia ini yang ingin anaknya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik. Maka dari itu, tunjukkanlah rasa kepedulian kepada keluarga terutama kepada anak, dengan cara yang mudah dipahami anak atau antara ayah dan ibu itu sendiri.
Dahulu ketika saya masih SD, saya selalu dapat nasihat dari ibu saya tentang bagaimana tata krama dalam izin meminta uang kembalian. Ketika ibu saya menyuruh saya ke warung, pasti ada saja uang lebih yang mungkin bisa saya gunakan untuk membeli makanan ringan, karena saya berfikir, apalah artinya uang kembalian yang nilainya hanya Rp. 500,- saja. Namun, ketika uang itu sudah saya belikan makanan ringan, ibu saya malah marah pada saya. Beliau mengatakan bahwa saya tidak sopan karena tidak meminta izin terlebih dahulu kepadanya, padahal uang tersebut milik ibu saya sendiri, buat apa lagi minta izin? Toh pasti bakal diberikan juga. Namun tata krama meminta izin itulah yang dididik oleh ibu saya, agar lebih menghargai sesuatu yang bukan hak kita, meski barang tersebut kepunyaan ibu yang mengandung kita sekalipun.
Awalnya, saya kesal karena beranggapan bahwa ibu saya sangat pelit sekali, mengambil kembalian 500 perak saja dimarahi, padahal jika meminta izin saja, pasti akan diberikan dengan mudahnya. Tapi setelah ibu saya menjelaskan maksud ia melarang saya mengambil uang kembalian itu tanpa seizinnya, barulah saya paham, bahwa ibu saya sangat peduli pada etika meminta izin, pun dalam keluarga.
Begitu juga dengan kepedulian dalam bidang lainnya, sesungguhnya naluri seorang ibu selalu saja merasa bahwa apa yang telah ia ajarkan sudah sangat tepat sekali. Dengan memarahi anak yang nakal, mencubitnya ketika tidak mau menuruti keinginan ibunya, atau lain sebagainya. Padahal seharusnya, ibu bisa bertanya kepada anaknya langsung, kenapa ia melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh orangtuanya.
Anak-anak pasti selalu menganggap apapun yang bisa membuatnya bahagia adalah suatu kebaikan. Jika saja seorang ibu mau bertanya tentang sebab anak melakukan kesalahan dengan cara yang benar, maka anak akan memahami makna kepedulian yang sesungguhnya. Ketika dewasa nanti, barulah ia akan sadar makna amarah orangtuanya tersebut, bahwa itu adalah suatu kepedulian, namun apakah orangtua ingin anaknya tumbuh dengan perasaan tidak diperdulikan karena dimarahi orangtuanya? Apakah ingin menunggu sampai anak-anak menjadi dewasa dan sadar dengan sendirinya? Tentu tidak. Menumbuhkan kepedulian yang benar bukan hanya ditujukan kepada anak saja, namun juga kepada ibu dan ayahnya, anak ke orangtuanya atau sebaliknya.
Begitu juga dengan menumbuhkan apresiasi dalam keluarga. Sedikit sekali memang pribadi dalam keluarga yag sadar akan pentingnya sebuah apresiasi untuk tumbuh kembang kepribadian anggota keluarganya. Salah satu anggota keluarga bisa merasa tidak dihargai jika kebaikan yang ia lakukan tidak dipandang sama sekali oleh keluarganya. Itu bisa menumbuhkan mental yang tidak baik bagi anak atau bagi anggota keluarga lainnya.
Apresiasi bukan hanya bisa dberikan dalam bentuk materi, apresiasi juga tidak hanya diberikan terhadap tindakan yang berat dilakukan. Perbuatan yang kecil juga bisa diberikan apresiasi, tujuannya untuk menumbuhkan rasa semangat untuk melakukan kebaikan yang lebih lagi. Karena kebaikan yang kecil saja sudah dapat apresiasi dari keluarganya, apalagi kegiatan positif lainnya.
Misalnya saja ketika seorang anak yang masih duduk di bangu TK sudah punya niat untuk mencuci piringnya sendiri, meski terkadang kelihatan belum bersih, namun dengan apresiasi dalam bentuk sedikit pujian, maka akan membuatnya bisa melakukan lebih. Karena sebuah apresiasi adalah modal utama dalam terbentuknya keluarga yang lebih harmonis. Jika saja seluruh keluarga Indonesia sadar akan pentingnya kepedulian dan apresiasi dalam keluarga, maka tidak akan ada perceraian di Indonesia ini, tidak akan ada anak yang menjadi korban broken home, dan tentu saja bisa meminimalisir serta meredam tingkat keributan di dalam suatu keluarga. Maka dari itu, yuk mulai menumbuhkan kepedulian dan apresiasi dalam keluarga kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar