Rabu, 31 Desember 2014

# BOOK # REVIEW

[Resensi] Curhat Setan Karya Fahd Djibran

Berbagi Pemahaman Lewat Curhat

Judul               : Curhat Setan, Karena Berdosa Membuatmu Selalu Bertanya
Penulis             : Fahd Djibran
Penerbit           : Gagasmedia
Cetakan           : I, 2009
Tebal               : xx + 172 Halaman
“Perkenalkan, namaku Setan!” katanya. Begitulah awal dialog Setan memperkenalkan diri pada Zira, seorang pria yang menjadi tokoh utama dalam buku serial sastra ini.
“Kau tahu, kebaikan dan keburukan adalah keniscayaan. Tuhan gagal menjadi dirinya sendiri jika tak ada yang mewakili keburukan dan kejahatan. Dan, aku melengkapi. Aku jadi semacam korban.” (Cuhat Setan, h. 126) Keluh setan tentang bagaiamana Tuhan mengorupsi semua nilai-nilai kebaikan dan memaksa Setan untuk menanggung dan bertanggung jawab atas semua nilai-nilai keburukan.

Fahd Djibran, dalam bukunya yang entah bergenre apa ini, mendeskripsikan secara lugas, tentang apa yang dirasakan Setan selama menjadi Setan. Nah, seakan-akan si penulis benar-benar nyata berdialog dengannya. Karena jika membaca cerita pada episode yang memiliki judul yang sama dengan judul besar buku ini, Curhat Setan, pasti akan mengangguk, mengisyaratkan bahwa apa yang dicurhatkan setan itu benar, bahwa kita sedang didiktatori oleh Tuhan, tidak memiliki kebebasan.
Zira di dalam cerita ini juga membenarkan apa yang “diprovokatori” oleh setan, untuk meruntuhkan kediktatoran Tuhan. Tapi akhirnya terkuak keegosisan dan ketamakan setan, juga Zira, dikuasai sifat asli manusia yang selalu merasa tinggi derajatnya daripada setan. Maka jadilah mereka tidak sepaham. Namun siapa sangka, di ujung cerita episode ini ternyata Zira hanya mimpi.
Di dalam buku setebal 172 halaman ini, ternyata tidak melulu membahas tentang curhat-nya Setan. Tapi buku ini layak dikatakan buku curhat, curhat yang membuat kita bertanya-tanya dan akhirnya mengambil sediri keputusan tentang pemahaman yang yang disampaikan sosok Zira. Buku ini dikatakan novel tidak, dikatakan antologi cerpen juga tidak. Buku ini asli tentang curhat, tentang pemikiran si penulis perihal pertanyaan-pertanyaan yang mengambang mengenai hidup, cinta dan cara memahami rasa cinta Tuhan pada umatnya.
Di luar dari pemahaman tentang celoteh-celoteh Setan. Buku yang memiliki gaya bahasa yang manis ini juga menceritakan tentang kisah cinta Zira dengan seorang gadis bernama Marva. Gadis yang selalu setia menemani Zira kapan dan bagaimanapun keadaannya, meski dalam keadaan sakit yang divonis tak memiliki umur panjang lagi, Marva selalu menyemangatinya, selalu ada di sisinya menggenggam erat tangan Zira.
Sayang, seandainya kau menjadi mantan pacarku nanti. Tentu kau akan lebih sibuk bermain dengan anak-anakku, mendidik, dan membesarkannya. Seandainya kau menjadi mantan pacarku nanti, tentu kau akan menjadi istriku. Satu-satunya. Yang paling kucintai.” (Marva, h. 149)
Sekalipun dari judul bukunya terkesan seperti mengatakan bahwa isinya “beneran” curhat setan, dan menarik pembaca yang penasaran untuk membacanya, tapi ternyata tidak. Meski begitu, buku bersampul putih dengan tulisan jurul berwarna merah ini tetap memiliki sisi menarik di dalamnya. Tentang pemahaman kisah cinta Zira dan Marva yang sangat haru. Ah, cinta. Selalu menarik untuk diperbincangkan. Seperti harunya Zira di dalam puisinya,

Bila Sampa Waktuku

Bila sampai waktuku,
Biarlah kau duduk di samping kananku
Meminta sabar anal-cucuku
Menceritakan cintaku padamu
Yang tak kenal batas waktu

Bila sampai waktuku,
Biarlah kutaburkan kembang di makamku
Menuntaskan janji-janjiku
Melengkapkan kesetiaanku padamu
Yang mengekalkan rasa rindu

Bila sampai waktuku,
Biarlah kau duduk di kursi kayu itu
Menatap gambar-gambar diriku
Mengabadikan kisah-kisah cintaku padamu
Yang melampaui ruang – melampaui waktu. (Bila Sampai Waktuku, h. 151)
Berisi 30 episode cerita yang tak perlu waktu lama untuk menyelesaikannya, karena cerita di setiap episodenya tidak terlalu panjang, dan akan dikejutkan dengan rasa yang berbeda bila berlanjut ke episode selanjutnya. Namun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam buku ini, pembaca harus lebih paham dulu bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya dipertanyakan untuk pembaca itu sendiri. Maka mari bertanya pada diri sendiri, mengapa dan untuk apa kita hidup di dunia ini? Temukan “lima mengapa”  di dalam buku ini yang tentunya akan membuat kalian selalu ingin bertanya, dan menemukan dosa-dosa, karena berdosa membuatmu selalu bertanya.


Resensor: Rezita Agnesia Siregar #RainAffair @agnesiarezita

6 komentar:

  1. menarik :))
    tapi gimana caranya dia bisa tau apa yang setan rasakan..

    BalasHapus
  2. baru tau ada buku begini.. hahaha kocak sih judulnya..
    tapi pas gue baca review lu, ternyata campuran, antara curhat dan cinta hihi..
    novel tanpa cinta kayak ada yang kurang ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. he'eh, malah yang bikin buku ini keren malah cerita cintanya, bukan setannya.

      Hapus
  3. Menarik,,setuju juga sama yoga novel tanpa cinta kayak ada yang kurang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga haha

      Hapus