Lima Kehidupan dalam Satu Perjalanan
Judul : Rindu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Cetakan : I, Oktober 2014
Tebal : ii + 544 hal
Ini adalah kisah
tenatng masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang
seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang
kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.
Kisah ini bermula
dari tokoh bernama Daeng Adipati, bersama istri dan dua anaknya, Anna dan
Elsa, akan melakukan perjalanan haji dengan menaiki Kapal uap terbesar pada
masanya, Blitar Holland. Daeng Adipati adalah pengusaha sukses asal Makasar, entah
berapa banyak orang yang ingin sekali meminjam kehidupannnya, sejak muda
terkenal cerdas dan baik hati, sekolah ke luar negeri juga punya keluarga yang
bahagia. Begitu yang orang-orang lihat, tapi mereka tidak pernah tahu bahwa
perjalanan panjang ini ia tapaki dengan dendam dan kebencian yang membara. Mereka
tidak pernah tahu, Daeng Adipati menjelajah negeri dengan satu pertanyaan besar
di kepalanya.
Di dalam novel bersampul
sederhana ini, Tere Liye tidak membahas perjalanan satu tokoh saja, tetapi lima
sekaligus. Novel ini membawa perjalanan dengan lima pertanyaan besar yang akan
dijawab oleh ulama besar yang tidak mampu menjawab pertanyaan hidupnya sendiri,
Gurutta. Justru orang yang minim ilmunya lah yang akan menjawab pertanyaan itu.
Ambo Uleng, berarti
Anak Laki-Laki yang Bercahaya Bagai Rembulan. Sejak ia lahir, ia tidak pernah
merasakan bagai rembulan yang bersinar, menyinari dirinya sendiripun ia entah,
konon lagi untuk orang lain. Ambo adalah pelaut sejati, sejak dalam kandungan
sudah ikut ayahnya melaut, hingga ayah dan ibunya meninggal, Ambo sempurna
hidup sebatang kara dengan kisah cinta yang memilukan. Jatuh cinta dengan anak pemilik
kapal tempat ia bekerja membuat ia semakin tersudut harga dirinya, apalah yang
ia punya sampai ia berani mencintai gadis kaya itu. Sekalipun gadis kaya itu
juga mencintainya, tapi ia tetap ingin lari dari kenyataan, gadis itu akan dijodohkan
dengan dengan pria yang lebih layak. Kisah cinta inilah yang menjadi alasan
kenapa Ambo dikenal sebagai kelasi pendiam, jarang tersenyum apalagi berkumpul
bareng kelasi lainnya. Hari-harinya ia habiskan untuk duduk termenung di bawah
jendela kamarnya, menatap laut lepas berharap pertanyaan besar di kepalanya
esok lusa akan terjawab.
Masa lalu memang
tidak akan pernah bisa berlalu dengan mudah kecuali kita benar-benar bisa
berdamai dengannya, dilupakan sedemikian usaha pun, tetap ia akan semakin
abadi, terpatri bersama mimpi-mimpi malam hari. Begitulah yang dialami Bonda
Upe, guru ngaji sementara untuk anak-anak di kapal Blitar Holland. Masa lalunya
yang kelam membuat ia takut untuk bertemu siapapun, ia takut ada orang yang
mengenalinya dan mengetahui masa lalunya. Ia telah hijrah dari masa lalunya
sebagai Pelacur, menikah dengan pria yang menyelamatakan hidupnya keluar dari
lembah nista dan benar-benar ingin kembali ke jalan yang benar. Tapi perjalanan
itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hari-hari yang Bonda Upe lalui
penuh dengan ketakutan, bertemu dan berbicara dengan orang lain saja ia takut. Perjalanan
penuh dengan rasa takut itu pun membawa pertanyaan besar dan sulit ia temukan
jawabannya.
Membaca novel
dengan tebal 544 ini, sesungguhnya kita tidak tahu siapa yang menjadi tokoh
utamanya, tapi bagi peresensi, si kecil Anna menjadi salah satu alasan untuk
terus membaca buku ini hingga selesai. Tingkahnya yang lucu, selalu ingin tahu
dan cerdas itu membuat ia menjadi guru ngajinya Ambo Uleng. Ya, perjalanan
panjang akhirnya membuka mata hati Ambo untuk belajar agama, bukan ia tidak
pernah belajar, tapi ia lupa karena lama tak diulang. Insiden kecil saat Ambo
menyelamatkan hidup Anna, membuat Anna dan Ambo menjadi sahabat karib, tiada
satupun yang mampu membuat kelasi pendiam ini tersenyum selain Anna, gadis
kecil yang ceria.
Selain Anna,
pasangan Mbah Kakung dan Mbah Putri menjadi kisah favorit seluruh penumpang
kapal, pasangan tua yang sangat romantis, apapun mereka lalui bersama, dan kini
membuktikan cinta sucinya dengan berangkat haji bersama. Namun perjalanan dan
kehendak Tuhan berbeda, Mbah Putri meninggal saat di perjalanan, membuat Mbah
Kakung sontak shock dan menutup diri.
Kali ini pertanyaan besar itu tidak pernah ada di kepalanya, semua jawaban
hidupnya sudah terpenuhi sejak ia menikahi Mbah Putri, namun akhirnya
pertanyaan itu muncul sejak Mbah Putri pergi. Kenapa sekarang? Kenapa tidak
nanti saja Tuhan memanggil Mbah Putri saat sudah mereka tunaikan janji suci
untuk menunaikan haji bersama? Kenapa?
Adalah Gurutta, ialah
ulama besar tersohor pada masa itu, yang menjawab empat pertanyaan besar para
tokoh di dalam novel ini. Namun ialah yang tak mampu menjawab pertanyaan
hidupnya sendiri. Pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan teori, hanya
perbuatan yang bisa menjawabnya. Saat serangan besar datang menyerang kapal
Blitar Hollad, Ambo Uleng mengeluarkan ide briliannya melawan perompak yang
ingin mengusai kapal. Saat semua penumpang disandra, hanya Gurutta, Kepala Koki
dan Ambo yang masih mampu melindungin diri, mereka harus memikirkan cara
melawan perompak tersebut. Gurutta tidak ingin ada korban, baginya lebih baik
memberontak dengan tulisan, tapi bagi Ambo tidak selamanya itu bisa terjadi. Dan
saat itulah keajaiban terjadi, saat tulisan dan tindakan mampu menyelamatkan
kapal Blitar Holland dari para perompak. Dan semua pertanyaan sempurna
terjawab.
Membaca satu novel
namun mendapat banyak pelajaran hidup. Novel yang benar-benar membuat
pembacanya rindu ini, sangat layak dibaca semua kalangan. Lima pertanyaan besar
yang mungkin juga menjadi pertanyaan kita. Dijawab bukan hanya dengan perkataan
tapi juga tindakan.
Hei, kalian tidak
penasaran dengan kisah cinta Ambo? Kalian tahu kan kalau cinta sejati selalu
punya cara tersendiri untuk kembali. Seperti masakan enak, sejauh apapun kau
pergi masakan enak pasti akan membawamu kembali, masakan ibumu misalnya. Tapi bagaimana
skenario kehidupan membawanya kembali? Kalian harus baca setiap detail cerita di novel keren ini. Apa-apa
saja pertanyaan besar yang menjadi inti cerita, juga jawaban-jawaban pamungkas
yang membuat hati lapang dan mengajari kita tentang pemahaman baik dalam
kehidupan.
Sayangnya, di buku
ini banyak bahasa Belanda yang tidak diketahui artinya. Menurut peresensi,
harusnya penulis menyediakan footnote
di setiap kata yang menggunakan bahasa asing. Tapi itu bukan masalah besar, itu
hanya bumbu-bumbu pemanis di dalam cerita, tidak mengurangi atau menambahi
makna ceritanya. Setidaknya maksud kerinduan itu sampai kepada hati pembaca. Selamat
menikmati rindu.
Peresensi: @agnesiarezita
Oh ini blognya kamu hahah :D
BalasHapushay mantan followers IG dan Twitterku :v wkwkkw
Makasih ya udah pernah mau follow daan akhirnya unfollow :v
Gue udah baca novel ini. Secara gue suka sama karya Tere Liye. Dan setelah sampai di akhir cerita, gue tahu, terlalu banyak pertanyaan yang kita lupakan, bukab mencari jawabannya.
BalasHapus