Rabu, 10 April 2013

Ketika Rasa Mengalahkan Logika

Dia, senyawa yang kuberi nama cinta. senyawa yang mampu membuatku bertahan bertahun-tahun menahan rasa. Rasa yang hampir tak terhitung jenisnya. manis, asin, kecut, asam, pahit dan entah lagi.
Cintaku, sudah lama aku menaruh cinta padanya, sudah lama aku menaruh sayang padanya, meski beribu kali kau menanyakan apa sebabnya, beribu kali juga kukatakan aku tak mampu menjawabnya, aku tidak mampu memberi alasan, jangankan kau, aku pun heran. Kau tahu? sejak empat tahun lalu, sejak rasamu yang kau katakan hanya teman, aku pun begitu. Lambat laun entah aku yang salah mengartikan atau kau salah memberi pengertian, aku menganggap ini lain, mungkin tidak dengan engkau.
Hey, kau tahu tidak? telingaku telah kutulikan dari semua berita buruk tentangmu, dari semua anggapan orang lain yang mencoba menjatuhkan rasaku terhadapmu. Rasaku sudah kebal, belajar dari segala hari-hari yang mengecewakan darimu, aku tidak pernah menidakkan tuduhan mereka tentangmu, tapi aku berusaha untuk menepis, aku selalu berdiri disampingmu, meski hanya semu, aku akan membuktikan bahwa perkataan mereka adalah salah.
Mereka bilang, aku sangat bodoh bila harus menunggu orang sepertimu, mereka bilang aku terlalu indah bila harus menanti lebah hitam sepertimu, mereka bilang kau ada untuk mempermainkan hatiku, mereka bilang kau hanya menganggapmu sebagai teman sepi dan kebosananmu, mereka bilang kau hanaylah pemberi harapan palsu, mereka bilang aku tak pantas untukmu. aarrgggghhh, aku ingin sekali manampar dan merobek mulut merka.
Kau selalu bilang kalau Tuhan tahu segalanya tentang rasa yang kita miliki. Yah, Tuhan pun tahu kalau aku sangat mencintaimu. Aku mencoba melawan logikaku dengan intuisiku. mereka selalu berontak, dan rasa selalu menang, meski terkadang logika mengajakku menangis untuk melihat kenyataan yang disaksikan langsung oleh mataku. Sebenarnya apa yang aku harapkan dari pria sepertimu? logikaku bermain, rasaku terdiam, tapi rasa tetap berjalan mengerahkan anak buahnya untuk mengisi berbagai rasa di rasamu, meski terkadang rasaku pulang dengan hampa, tak mengapa.
Lagi, mereka terus mengusikku, kali ini aku membenarkan perkataan mereka. Lewat bukti-bukti yang kudapati lewat tatapku, aku menangis. Tapi rasa masih saja teduh, mendambamu dalam ketabahannya. Inilah, rasa yang tak memiliki alasan, hingga aku pun tak bisa memberi alasan bila akhirnya aku harus pergi darimu, hingga akhirnya kaulah yang memintaku untuk pergi, pergi dengan semua rasa yang seharusnya memang bukan untukmu. Ketahuilah, aku tidak pernah segila ini, gila karena rasa yang aku miliki untukmu, kau tahu kan? ada senyawa lain yang menggilaiku, tapi aku tetap saja mengalihkannya lagi ke arahmu. Aku tidak jerah, karena cintaku terhadapmu, aku menuruti apapun yang engkau mau, engkau inginkan aku PERGI. Baiklah, terimakasih untuk segalanya, untuk sakit yang sesungguhnya bukan karena ulahmu, semua sebabku, sebabku.


For: Cholil Audad
Medan, Selasa 01012013, 14.55 Wib
Di Tepian Kekecewaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar